Proses Evolusi Matahari
KOMPAS.com -
Sejak lahir 4,6
miliar tahun lalu,
hingga kini 37
persen hidrogen yang
menjadi bahan bakar utama
Matahari telah terbakar
menjadi helium. Diperkirakan
5 miliar tahun lagi, Matahari
akan berevolusi menjadi
bintang raksasa merah yang
radiusnya bisa mencapai
1.000 kali radius Matahari
saat ini.
Matahari terbentuk dari
gumpalan awan raksasa
berisi gas dan partikel
atomik yang sangat renggang
dengan suhu 3 derajat kelvin
(K) atau minus 270 derajat
celsius. Awan ini terentang
sejauh 480 triliun kilometer
(50 tahun cahaya). Sebagai
perbandingan, jarak Bumi
dan Matahari hanya 8 menit
cahaya.
Saat bagian tertentu awan
raksasa tersebut terganggu
keseimbangannya, bagian itu
akan mengalami
pemampatan hingga akhirnya
runtuh dan membentuk
globul (gumpalan awan
padat). Pemampatan itu
diikuti dengan peningkatan
temperatur inti globul yang
memungkinkan globul
memancarkan radiasi.
Pancaran radiasi ini membuat
proses pemampatan materi
melambat hingga proses
keruntuhan gravitasi dapat
dilawan. Globul pun menjadi
stabil. Saat inilah jabang bayi
Matahari (protosun)
terbentuk.
Pada waktu itu, temperatur
Matahari sudah mencapai
150.000 K dan memancarkan
cahaya merah dari energi
gravitasi globul, bukan reaksi
nuklir pada intinya.
Radiusnya baru sekitar
separuh radius Matahari saat
ini.
Ketika temperatur inti bayi
Matahari mencapai 10 juta K,
pembakaran hidrogen
menjadi helium pun
berlangsung.”Saat hidrogen
mulai terbakar inilah menjadi
tanda lahirnya Matahari,”
kata dosen evolusi bintang
Program Studi Astronomi
Institut Teknologi Bandung,
Hakim L Malasan.
Inti Matahari
Inti Matahari hanya
berukuran 10 persen dari
bola Matahari keseluruhan.
Temperaturnya kini
mencapai 15 juta K.
Temperatur inti jauh berbeda
dengan temperatur
permukaan Matahari yang
hanya berkisar 5.500 K-6.000
K.
Pada 5 miliar tahun ke
depan, hidrogen di inti
Matahari diperkirakan akan
habis terbakar menjadi
helium. Namun, inti Matahari
belum memiliki suhu
memadai untuk membakar
helium yang membutuhkan
suhu 100 juta K.
Tidak adanya energi yang
menopang inti membuat inti
Matahari menyusut. Namun,
penyusutan ini akan
meningkatkan suhu inti
Matahari. Akibatnya,
hidrogen yang ada di selimut
inti (lapisan luar) Matahari
akan terbakar. Pembakaran
hidrogen di selimut inti akan
membuat lapisan luar
Matahari mengembang
hingga radiusnya mencapai
10-100 kali radius semula.
Pada fase ini, Hakim
melanjutkan, Matahari
berevolusi menjadi bintang
raksasa merah.
Pengembangan itu
berdampak pada turunnya
suhu permukaan Matahari
yang ditunjukkan dengan
warna bintang yang berubah
dari kuning keputihan
menjadi merah.
Menelan planet sekitar
Mengembangnya Matahari
akan menelan Planet
Merkurius yang berjarak 58
juta kilometer. Meskipun
suhunya turun menjadi 3.500
K, suhu itu masih cukup
signifikan untuk memicu
kenaikan suhu drastis di
Venus dan Bumi.
Pembakaran hidrogen
menjadi helium di selimut
Matahari akan membuat
suhu selimut makin
meningkat. Kondisi ini
membuat Matahari semakin
mengembang hingga
radiusnya mencapai 1.000
kali radius semula Matahari.
Pada pengembangan kedua
menjadi bintang raksasa
merah yang lebih besar ini,
Bumi akan tertelan Matahari.
Namun, pada saat itu terjadi,
sebagian besar isi Bumi
sudah akan menguap terlebih
dulu.
Selama pengembangan itu,
inti Matahari terus menyusut
hingga suhunya mencapai 100
juta K. Pada temperatur itu,
helium akan terbakar
menjadi karbon dan oksigen.
Namun, suhu yang sangat
tinggi itu tidak mudah
terlepas ke selimut Matahari.
Akibatnya, inti menjadi tidak
stabil dan dalam waktu
singkat menjadi super panas
hingga mendorong selimut
Matahari makin jauh dengan
cepat. Proses dorongan ini
berlangsung berulang-ulang
hingga bagian luar Matahari
seolah-olah menjadi berlapis-
lapis.
Pada tahap ini, Matahari
mulai memasuki fase
sekarat. Karbon di inti
Matahari tidak mungkin
terbakar karena bintang
seukuran Matahari tidak
akan mampu menghasilkan
panas yang mampu
membakar karbon. Namun,
suhu ini masih mampu
mendorong lepasnya bagian
luar Matahari yang terdiri
atas hidrogen dan helium
dari intinya.
Matahari akan terus
mengembang hingga
setengah massanya hilang ke
angkasa. Pada saat ini,
Matahari mati karena
bentuknya telah menjadi
planetary nebula, berupa
gumpalan partikel bintang
yang melingkupi inti
Matahari yang masih
menyala.
Inti Matahari yang tersisa
akan terus mengecil dan
menjadi bintang katai putih.
Ukuran bintang ini hanya
seukuran Bumi dan suhunya
cukup dingin.
Tahap akhir evolusi Matahari
akan menjadikan bintang
katai putih memudar
warnanya secara perlahan-
lahan hingga menjadi bintang
katai hitam.
Baik planetary nebula
maupun bintang katai hitam
ini akan menjadi bagian
materi antarbintang yang
akan menjadi bahan baku
pembentukan bintang baru
lain.
Proses hidup Matahari ini
menunjukkan fase kehidupan
bintang dan manusia sama:
lahir, hidup dan tumbuh
menjadi tua, hingga akhirnya
mati. Semua tak ada yang
abadi. (PHYSICS.UC.EDU/
NEUTRINO.AQUAPHOENIX.COM/
NASA.GOV/ASTRONOMY-
EDUCATION.COM)
Comments
Post a Comment
silahkan berkomentar kawan !