Hadiah Fatihah

Ini cerita tentang kyai Syukri
yang cerdik dan sering disebut
sebagai "godfather kelompok
mafia intelektual" di sebuah
daerah di Jawa Tengah. Dia
cerdik dalam membuat
pendapatnya paling unggul,
disimak, dan seperti
merangkum semua pembicara
lain dalam setiap pertemuan,
dengan cara bicara paling
akhir. "Merk dagang" kyai
Syukri yang sudah diketahui
semua orang adalah angkat
telunjuk dengan berkata,"apa
masih ada waktu buat saya?",
persis ketika acara akan
diakhiri.

Suatu kali sejumlah orang
Muhammadiyah dan NU
dengan bergurau
memperdebatkan soal
"hadiah" membacakan surat
Al-fatihah kepada orang yang
sudah meninggal. Apakah
"kiriman" itu bisa sampai
kepada sang arwah, seperti
pos kilat yang menyampaikan
paket ke suatu alam dalam
kehidupan dunia? Apa dasar
pendapat yang diikuti masing-
masing pihak?

Yang dari muhammadiyah
tidak melihat "dalil yang
dapat dipegang"dari Al-Quran
maupun Hadist Nabi
Muhammad, untuk menunjang
kemungkinan kiriman via "Pos
Akhirat" sampai ke tujuan di
alam sana.

Yang NU berpegang pada
pendapat para ulama Mazhab
yang empat, yang menerima
kemungkinan seperti itu.

Pandangan Kyai Syukri?
Semua orang menatapnya
dengan penuh harapan.

Ternyata harapan mereka
tidak meleset. "Hadiah fatihah
tidak sampai ke alamatnya
menurut Imam Safi'i,"kata
kyai Syukri. "Ia sampai
menurut ketiga imam lainnya.
Jadi kita ikuti suara mayoritas
sajalah."

Semua lega. Yang dari
Muhammadiyah merasa aman
karena pendapat mereka juga
sejalan dengan pendapat
imam pendiri mazhab yang
paling banyak diikuti di
Indonesia. Yang dari NU
gembira karena masih bisa
mengirim "hadiah ulang tahun
(kematian)" yang mereka
warisi dari para kyai zaman
dulu.

"Sudah tentu kirimannya tidak
segera sampai secepat pos
kilat khusus karena tidak
didukung oleh Imam Safi'i"
komentar Gus Dur,"tapi
mereka toh sudah biasa
dengan pola alon-alon asal
kelakon?

Sumber: Gus Dur Net

Comments

Popular posts from this blog

bank plecit

primkopabri