Nusantara Yang Dilumpuhkan

Seandainya teori-teori
termutakhir mengenai
"Keunggulan Nusantara"
benar atau terbukti masuk
akal, misalnya Teori Stephen
Oppenheimer bahwa
"Nusantara adalah Surga"
dan teori Arysio Santos
bahwa"Nusantara adalah
Atlantis yang Tenggelam",
maka perbincangan para
"pengagum masa lalu
Nusantara" yang
membicarakan zaman
keemasan"Zaman Pelayaran
kuno bangsa Nusantara
menjelajah Separuh Dunia",
zaman keemasan "Kurun
Niaga", zaman "Nusantara
modern ala Nusantara" , dan
sebagainya,  sesungguhnya
tak menarik lagi.
Namun, teori-teori Stephen
Oppenheimer dan Arysio
Santos–sampai detik ini—
masih belum seratus persen
dikukuhkan dengan bukti
yang kuat, atau setidak-
tidaknya belum disambut
hangat—terutama di
Nusantara, sehingga belum
ada upaya dari pemerintah
(…huh,pemerintah ?!?
Hoeeek…) untuk membahas
dua teori itu secara serius
dan besar-besaran.
Nusantara Modern Maka,
membahas pernak-pernik
kejayaan Nusantara masa
lalu mungkin masih menarik
dan relevan. Tak ada yang
menyangkal, bahwa
Nusantara di masa lalu
memang merupakan Negara
adijaya. Hal  ini diperkuat
oleh salah satu kronik/
catatan Cina yang berjudul
Ling wai tai ta karya Chou
Ku-fei tahun 1178, bahwa
pada masa itu negeri paling
kaya dan jaya selain
Kerajaan Cina , secara
berurutan adalah Negeri
Arab, Jawa dan Sumatra,
dimana yang dimaksudkan
adalah Arab Bagdad ( Bani
Abbasiyah ), Kerajaan
Panjalu Kediri/Jawa zaman
Airlangga akhir dan Kerajaan
Sriwijaya Sumatra.
Salah satu tema Nusantara
yang mungkin menarik untuk
dibahas adalah konsep
modernitas ala Nusantara.
Buku Anthony Reid yang
sedang diterbitkan ulang,
yakni"Asia Tenggara dalam
Kurun Niaga" secara
melimpah menyajikan data-
data modernitas itu, meskoi
Reid tidak membahas
modernitas itu dengan
menomorsatukan kesimpulan
konsep"modern".
Namun jelas,  data-data
Anthony Reid yang melimpah
ruah, menggambarkan
kemakmuran dan otonomitas
masyarakat Nusantara masa
lalu. Menurut Reid, kekayaan
alam yang luar biasa
membuat masyarakat
Nusantara masa lalu,
membuat tampilan
masyarakat Nusantara
menjadi lebih menarik
daripada orang Barat atau
Eropa.
Tinggi rata-rata manusia
Nusantara zaman niaga,
konon lebih tinggi dan lebih
tegap daripada orang-orang
Eropa yang mulai menyerbu
Nusantara di abad 16 M.
Dan karena masyarakat
Nusantara mempunyai
kebiasaan mandi minimal 3
kali sehari, mereka tampak
lebih bersih daripada orang
Eropa yang jarang mandi dan
bau minuman keras.
Bahkan, beberapa penulis
Eropa menyebutkan bahwa
masyarakat Nusantara masa
lalu adalah bangsa pesolek.
Dan memang, jika melihat
gambar-gambar yang
melimpah di buku Anthony
Reid tersebut, masyarakat
Nusantara—yang karena
waktu luangnya amat banyak
lantaran alamnya telah
memberinya aneka bahan
makanan yang gampang
diambil tanpa susah payah—
maka lebih punya banyak
waktu untuk bersolek atau
berkarya seni budaya :
membuat karya lukis,
patung, tari-tarian, musik
dan"seni dolanan".
Tidak hanya kaum wanitanya,
bahkan kaum lelaki
Nusantara masa lalu juga
pesolek luar biasa. Mereka
mentato tubuhnya, memakai
perhiasan di pergelangan
kaki, tangan, bahu, kalung,
anting-anting, perhiasan
hidung  dan sebagainya.
Bahkan seni potong
rambutpun beraneka gaya,
bandingkan dengan orang-
orang Eropa yang Cuma
memanjangkan rambutnya
atau hanya diikat.
Seni potong rambut di
Nusantara beraneka gaya,
yang tentunya kalau diukur
di masa itu atau bahkan
sampai zaman 1990-an,
dianggap biadab atau
primitif, kecuali zaman
sekarang ( 2000-an ) yang
menghalalkan potongan
rambut macam-macam
seperti yang dipelopori anak-
anak Punk—itupun karena
mereka ( anak-anak Punk itu
meniru Barat ) padahal di
masa lalu, potongan rambut
itu milik manusia Nusantara
asli.
Modernitas Ala Nusantara
Konsep modern dan
modernitas ala Nusantara
diperkenalkan oleh Adrian
Vickers, misalnya dalam
bukunya"Peradaban Pesisir".
Menurut Vickers, Nusantara
zaman niaga itu,
sesungguhnya masyarakat
berkebudayaan modern yang
mempunyai banyak unsur-
unsur modernitas.
Terlepas dari peperangan
yang dilancarkan oleh satu
kerajaan terhadap kerajaan
Nusantara yang lain,
masyarakat Nusantara diikat
oleh satu kesatuan
primordialisme budaya yang
disebarkan atau dirangkai-
jahitkan oleh para pelayar
Nusantara yang terdiri dari
kaum pedagang, penyebar
agama, pendekar bangsawan
pengembara—atau yang oleh
kaum Eropa disebut sebagai
"bajak laut" sehingga kini
masuk kosakata bahasa
Inggris sebagai"The Bogey"
atau "Bogeyman" yang
berarti "hantu laut atau
bajak laut" yang mengacu
kepada suku-bangsa "Bugis".
Peran para pedagang-
pelayar-penyebar agama-
bangsawan pendekar
pengembara itu, membuat
Nusantara yang terpisah satu
dari lainnya karena laut yang
membentang, menjadi tak
ada jarak, karena"nilai-nilai
modernitas" itu dihubungkan
atau dijembatani oleh kaum
pelayar-pengembara itu.
Adrian Vickers melihat,
simbol-simbol perahu di kain
tenun tapis Lampung dengan
lukisan"tradisional" Bali
sama dan senada, ialah
karena"kesatuan budaya"
yang dijembatani oleh kaum
"pendekar-pelayar-
pengembara" itu.
Juga patung Dayak senada
dengan patung Rangda Bali.
Contoh ini tentu akan sangat
panjang. Adrian Vickers
mengambil contoh paling
gampang pada"Sastra Panji"
yang terdapat dimana-mana
di kepulauan Nusantara,
mulai
Jawa,Bali,Sumatra,Malaysia,Thailand,Kamboja,Vietnam,Myanmar
dan sebagainya,adalah
contoh nyata kesatuan
budaya modernitas yang
disebarkan oleh kaum
pendekar-pelayar-
pengembara.
Catatan : Apabila pembaca
ingin mengenal lebih dekat
secara kasuistis kisah kaum
pendekar-pelayar-
pengembara itu, baiklah
segera membaca novel
"Pendekar Sendang Drajat
Memburu Kitab
Negarakertagama" yang kini
sedang beredar di pasaran.
Di situ dikisahkan, bagaimana
kelompok pendekar yang
melarikan diri dari kerusuhan
peperangan di kerajaannya,
mereka berkelana ke pulau/
kerajaan/peradaban lain
untuk mencari"kehidupan
baru" yang sesuai dengan
"minda kultural"nya.
Nusantara yang dihancurkan
Semua modernitas itu
dianggap"kampungan" atau
"primitif" atau "tradisional"
oleh bangsa Eropa ketika
mereka menyerbu Nusantara
pada abad 16 M , bahkan di
Semenanjung telah mulai
dirongrong pada abad 15 M.
Belanda menerapkan
"Perjanjian Bongaya" di
Makassar yang isinya
melarang para pelayar-
pengembara berlayar ke
seluruh penjuru
Nusantara,apalagi keliling
dunia seperti dulu. Mereka
hanya boleh berlayar di
sungai-sungai pedalaman,
atau ke pelabuhan-pelabuhan
terdekat, itupun harus
mengantongi surat izin
syahbandar yang ditunjuk
Belanda, biasanya adalah
orang-orang Cina. Sejak itu,
kejayaan pelayaran
Nusantara meredup dan
mampus sampai sekarang.
Apalagi kemudian orang-
orang Eropa itu tidak hanya
berdagang, namun juga
menjajah dan merampok
kekayaan Nusantara, hingga
kini kerajaan-kerajaan Eropa
itu menjadi negara kaya-raya
karena menghisap habis
kekayaan Nusantara
( sampai sekarang tetap
menghisap kekayaan
Nusantara lewat kerjasama
dengan maling-maling lokal
alias pejabat pengkhianat ).
Sejak itu pula, konsep
"modern" yang ada di
Nusantara dinilai kuno,
mereka memaksakan
kebudayaan"indis" atau
yang lebih merusak adalah
"westernisasi". Semua gaya
hidup dianggap maju dan
modern jika sesuai dengan
gaya hidup Barat.
Maka, rumah-rumah tradisi
yang dibangun dari kayu dan
bambu, dengan arsitektur
tahan gempa dan tidak
gampang panas dan gerah
karena mempunyai ventilasi
alami, kini dianggap kuno
dan"berkonotasi miskin" .
Digantikan dengan rumah-
rumah tembok yang tidak
ramah alam dan panas dan
menggerahkan.
Untuk menyejukkan, kini
harus membeli produk Barat,
yakni AC  ( air conditioner )
yang dampaknya adalah
pemanasan global yang
menghancurkan iklim dunia.
Dan sebagainya dan
sebagainya dan
sebagainya…/.capppeeek
deeeeh !!!!!

Comments

Popular posts from this blog

bank plecit

primkopabri