Mintalah Maaf,Jangan Cari Kambing Hitam !

Yomiuri Shimbun, media besar
di Jepang, merilis sebuah foto
menarik. Dalam gambar itu
tampak Norio Tsuzumi tengah
menunduk dan menyampaikan
permintaan maaf kepada para
warga lansia Jepang. Warga
yang sudah berusia lanjut ini
terpaksa diungsikan dari
sekitar lokasi pembangkit
listrik tenaga nuklir milik
Tepco di Prefektur Fukushima
yang dilanda gempa dan
tsunami baru-baru ini.
Mengapa menarik? Sebab,
Tsuzumi adalah wakil presiden
Tokyo Electric Power Co atau
disingkat Tepco, perusahaan
yang mengelola PLTN
Fukushima Daiichi. Kendati
peristiwa yang dialami PLTN
ini boleh dikata merupakan
akibat force majeur, berupa
gempa dan tsunami dahsyat,
manajemen perusahaan ini
tetap meminta maaf kepada
penduduk sekitarnya.
Kerusakan pada PLTN itu
bukan disebabkan oleh
keteledoran manusia, bukan
pula dikarenakan kesalahan
sistemik pada reaktor.
Mereka mungkin menganggap
diri tidak bersalah, karena
alam-lah yang merusak PLTN
itu, namun itu tidak
mengurangi penglihatan
mereka bahwa dampak
kerusakan terhadap manusia
dan lingkungan sekitarnya
demikian luar biasa. Alih-alih
berusaha menyembunyikan
data pencemaran akibat
kebocoran radioaktif PLTN itu,
Tepco justru mengungkapkan
dengan gamblang temuan
mereka setelah timnya
meneliti air laut yang
tercemar di sekitar 100 meter
dari lokasi PLTN.
Perusahaan ini telah
memperlihatkan
tanggungjawabnya sebagai
pengelola PLTN yang mungkin
telah membayangkan risiko
terburuk dari pengoperasian
reaktor nuklir, walau tentu
saja tidak berharap hal itu
terjadi. Namun alam
berbicara lain. Manajemen
Tepco, meski begitu, tidak
mengelak dari konsekuensi
yang mereka hadapi sebagai
pengelola. Mereka
mengunjungi para korban,
meskipun mungkin sebagian
anggota keluarga mereka
juga jadi korban, dan
berempati atas penderitaan
warga.
Kerendah-hatian jajaran
direksi Tepco itu patut ditiru.
Jarang perusahaan besar yang
bersedia meminta maaf,
sekalipun apa bila kerusakan
itu diakibatkan oleh
keteledoran mereka atau
ketidaksiapan sistem mereka
menghadapi situasi yang
membahayakan. Di Indonesia,
banyak kasus menunjukkan
bahwa perusahaan berupaya
mengelak dari tanggung
jawab atas dampak buruk
yang mereka timbulkan
terhadap lingkungan dan
manusia.
Alih-alih memberi ganti rugi,
banyak perusahaan berusaha
agar kesalahan akibat
kerusakan pada lingkungan
dan manusia tidak ditimpakan
pada mereka. Alih-alih
meminta maaf, banyak
perusahaan menyalahkan
bencana alam sebagai
penyebab kerusakan itu.
Meminta maaf dipandang
sebagai tindakan yang dapat
mencoreng reputasi
perusahaan. Namun Tepco
melakukannya, dan ini justru
menunjukkan betapa bersikap
empatis merupakan bagian
dari perilaku bisnis yang patut
dipelihara.
Betapa sering tanggung jawab
sosial perusahaan (corporate
social responsibility, CSR)
diwujudkan sebagai“memberi
sumbangan kepada sekolah-
sekolah yang sebagian
dananya diambilka dari
keuntungan perusahaan.”
Padahal, CSR dapat pula
diperlihatkan melalui sikap
empati, permintaan maaf,
bersikap terbuka kepada
publik perihal kesalahan dan
dampak yang diakibatkan
perusahaan, dan
ditindaklanjuti dengan
membantu korban.
Perusahaan ikut
menanggungkan sebagian
penderitaan mereka. Bukan
mengelak. ***

Comments

Popular posts from this blog

bank plecit

primkopabri