Cara Memverifikasi Kicauan Di Twitter

TWITTER itu seperti pasar
bebas. Para penggunanya bisa
mengirimkan kicauan apa pun
ke linimasa (timeline),
misalnya tentang masakan
yang tengah disantapnya,
kecelakaan yang dia lihat,
dengar, atau kabar anak
hilang. Pekicau bahkan boleh
berbagi puisi, kalimat
motivasi, atau informasi
tentang kemacetan lalu lintas
yang tengah menjebaknya.
Pada saat-saat tertentu,
umpamanya ketika terjadi
bencana alam, seperti tsunami
atau gunung meletus,
informasi kian riuh
berseliweran di Twitter. Para
pengguna Twitter suka
meneruskan (RT) kabar
tentang nasib korban,
kebutuhan bantuan, dan
sebagainya. Semakin banyak
jumlah pekicau yang kita ikuti,
semakin banjir pula kabar
yang datang.
Tidak semua informasi yang
berseliweran di linimasa itu
sahih. Ada informasi yang
memang sudah teruji
kesahihannya karena
bersumber dari situs kantor
berita tradisional atau
pejabat, ada pula kabar angin
yang diragukan
kebenarannya.
Berbeda dengan berita di
koran yang tunduk pada
kaidah jurnalistik, kicauan di
Twitter memang tak melalui
proses verifikasi ataupun
check and recheck. Jadi
khayalak mesti menyaring dan
bersikap skeptis terhadap isi
linimasa. Para pengguna
Twitter diharapkan
memverifikasi sendiri semua
kabar yang muncul di
linimasa.
Upaya verifikasi di Twitter itu
penting agar pengguna tak
tersesat di rimba informasi
dan terhindar dari aksi
penipuan. Craig Kanalley,
penulis kolom di
TwitterJournalism, berbagi
kiat untuk memverifikasi
kicauan di Twitter.
Pertama-tama, lihatlah bio
atau profil pengirim kicauan.
Apakah dia jurnalis? Pekerja
kantoran? Guru? Pohon?
Anonim? Lihat juga apakah
yang bersangkutan memiliki
halaman web pribadi atau
blog. Latar belakang
pengguna penting untuk
mengukur otoritasnya sebagai
pelempar kabar. Semakin
terang jati dirinya atau rekam
jejaknya di dunia maya,
semakin layak dia
didengarkan kicauannya.
Kalau profilnya saja asal-
asalan, bagaimana kita akan
percaya pada kicauannya?
Uji silang ke Google. Situs
pencari ini akan memberi
lebih banyak informasi
tentang profil seorang
pekicau. Jika ternyata
profilnya tidak ada atau sulit
ditemukan di Google, kita
harus skeptis pada
kicauannya. Semakin sedikit
informasi tentang sang
pengguna, semakin kecil
kemungkinan mempercayai
dia.
Lihat berapa banyak
seseorang pernah berkicau
selama ini. Jika kabar yang
disampaikan merupakan
kicauan pertamanya, boleh
jadi itu hanya sebuah uji coba
kehadirannya di Twitter untuk
membetot perhatian
pengguna lain. Sulit
mempercayai kabar dari
orang yang baru pertama kali
berkicau di Twitter.
Baca sejarah kicauannya.
Bukalah beberapa halaman
linimasa pengguna, lalu
periksa apakah selama ini dia
sering mengirimkan kicauan
sejenis? Apakah dia dikenal
sebagai pekicau yang layak
dipercaya dari komentar
pengguna lain? Jika dari
linimasanya terlihat dia
memang sering menyebarkan
kabar yang layak dipercaya
dan bermanfaat, ada
kemungkinan kicauan
berikutnya juga sahih.
Sebaliknya, jika linimasanya
penuh dengan caci-maki dan
cenderung negatif, sebaiknya
kita hati-hati dan menyaring
kabar apa pun dari dia.
Memverifikasi sebuah kicauan
juga bisa dilakukan dengan
memeriksa konteks kicauan
berikutnya. Lihat apakah
seorang pengguna tidak hanya
mengirim sebuah kabar, tapi
juga memberi konteks pada
kicauan berikutnya. Jika
seorang pekicau memberi
konteks dan kabar lanjutan
dari kicauan pertamanya,
informasinya semakin layak
didengarkan. Bila tidak, kita
harus mencari sumber lain.
Cek silang dengan komunitas
lokal. Jika suatu saat ada yang
berkicau, misalnya, tentang
bom meledak di Ketintang,
Surabaya, carilah para
pekicau dari daerah
sekitarnya. Apakah mereka
juga berkicau tentang bom?
Makin banyak pekicau di
sebuah lokasi yang sama
dengan isi kicauan yang juga
sama, semakin besar
kelayakan kabar tersebut
dipercaya.

Comments

Popular posts from this blog

bank plecit

primkopabri