BOEDOET Terlibat Gerakan Freemason

Meski ratusan tahun
beroperasi di Nusantara,
keberadaan Freemason
(Belanda:Vrijmetselaarij),
nyaris tak tertulis dalam
buku-buku sejarah. Padahal,
banyak literatur yang cukup
memadai untuk dijadikan
rujukan penulisan sejarah
tentang gerakan salah satu
kelompok Yahudi di wilayah
jajahan yang dulu bernama
Hindia Belanda ini.
Di antaranya adalah: Vrijmet
selaarij: Geschiedenis, Maats
chapelijke Beteekenis en Doel
(Freemason: Sejarah, Arti
untuk Masyarakat dan
Tujuannya) yang ditulis oleh
Dr Dirk de Visser Smith pada
tahun 1931, Geschiedenis der
Vrymet selary in de Oostelijke
en Zuidelijke Deelen (Sejarah
Freemason di Timur dan
Selatan Bumi) yang ditulis
oleh J Hagemen JCz pada
tahun 1886, Geschiedenis van
de Orde der Vrijmetselaren In
Nederland Onderhoorige
Kolonien en Londen (Sejarah
Orde Freemason di Nederland
di Bawah Kolonialisme) yang
ditulis oleh H Maarschalk pada
tahun 1872, dan Gedenkboek
van de Vrijmet selaaren In
Nederlandsche Oost Indie
1767-1917 (Buku Kenang-
kenangan Freemason di
Hindia Belanda 1767-1917),
yang diterbitkan secara resmi
pada tahun 1917 oleh tiga loge
besar; Loge de Ster in het
Oosten (Batavia), Loge La
Constante et Fidele
(Semarang), dan Loge de
Vriendschap (Surabaya).
Di samping literatur yang
sudah berusia ratusan tahun
tersebut, pada tahun 1994,
sebuah buku berjudul
Vrijmetselarij en samenleving
in Nederlands-Indie en
Indonesie 1764- 1962
(Freemason dan Masyarakat
di Hindia Belanda dan
Indonesia 1764- 1962) ditulis
oleh Dr Th Stevens, seorang
peneliti yang juga anggota
Freemason. Berbeda dengan
buku-buku tentang Freemason
di Hindia Belanda
sebelumnya, buku karangan Dr
Th Stevens ini sudah
diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia pada tahun
2004.
Buku-buku yang mengungkap
tentang sejarah keberadaan
jaringan Freemason di
Indonesia sejak masa
penjajahan tersebut, sampai
saat ini masih bisa dijumpai
di Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia. Bahkan,
Indisch Macconiek Tijdschrift
(Majalah Freemason Hindia),
sebuah majalah resmi milik
Freemason Hindia Belanda
yang terbit di Semarang pada
1895 sampai awal tahun 1940-
an, juga masih tersimpan rapi
di perpustakaan nasional.
Selain karya Stevens dan H
Maarschalk yang diterbitkan
di negeri Belanda, buku-buku
lainnya seperti tersebut di
atas, diterbitkan di Semarang
dan Surabaya, dua wilayah
yang pada masa lalu menjadi
basis gerakan Freemason di
Hindia Belanda, selain
Batavia. Keberadaan jaringan
Freemason di Indonesia
seperti ditulis dalam buku
Kenang-kenangan Freemason
di Hindia Belanda 1767-1917
adalah 150 tahun atau 199
tahun, dihitung sejak
masuknya pertama kali
jaringan Freemason di
Batavia pada tahun 1762
sampai dibubarkan
pemerintah Soekarno pada
tahun 1961.
Selama kurun tersebut
Freemason telah memberikan
pengaruh yang kuat di negeri
ini. Buku Kenang-kenangan
Freemason di Hindia Belanda
1767-1917 misalnya, memuat
secara lengkap operasional,
para tokoh, dokumentasi foto,
dan aktivitas loge-loge yang
berada langsung di bawah
pengawasan Freemason di
Belanda. Buku setebal 700
halaman yang ditulis oleh Tim
Komite Sejarah Freemason ini
adalah bukti tak
terbantahkan tentang
keberadaan jaringan mereka
di seluruh Nusantara.
Keterlibatan elite-elite
pribumi, di antaranya para
tokoh Boedi Oetomo dan elite
keraton di Kadipaten
Pakualaman, Yogyakarta,
terekam dalam buku kenang-
kenangan ini. Radjiman
Wediodiningrat, orang yang
pernah menjabat sebagai
pimpinan Boedi Oetomo,
adalah satu-satunya tokoh
pribumi yang artikelnya
dimuat dalam buku kenang-
kenangan yang menjadi
pegangan anggota Freemason
di seluruh Hindia Belanda ini.
Radjiman yang masuk sebagai
anggota Freemason pada
tahun 1913, menulis sebuah
artikel berjudul ”Een
Broderketen der
Volken” (Persaudaraan
Rakyat). Radjiman pernah
memimpin jalannya sidang
Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI). Selain
Radjiman, tokoh-tokoh Boedi
Oetomo lainnya yang tercatat
sebagai anggota Freemason
bisa dilihat dalam paper
berjudul The Freemason in
Boedi Oetomo yang ditulis oleh
CG van Wering.
Kedekatan Boedi Oetomo pada
masa-masa awal dengan
gerakan Freemason bisa
dilihat setahun setelah
berdirinya organisasi tersebut.
Adalah Dirk van Hinloopen
Labberton, pada 16 Januari
1909 mengadakan pidato
umum (openbare) di Loge de
Sterinhet Oosten (Loji Bin -
tang Timur) Batavia. Dalam
pertemuan di loge tersebut,
Labberton memberikan
ceramah berjudul,
”Theosofische in Verband met
Boedi Oetomo” (Theosofi
dalam Kaitannya dengan
Boedi Oetomo).
Theosofi adalah bagian dari
jaringan Freemason yang
bergerak dalam kebatinan.
Aktivis Theosofi pada masa
lalu, juga adalah aktivis
Freemason. Cita-cita Theosofi
sejalan dengan Freemason.
Apa misi Freemason? Dalam
buku Tarekat Mason Bebas
dan Masyarakat di Hindia
Belanda dan Indonesia
1764-1962, karya Dr Th Steven
dijelaskan misi organisasi
yang memiliki simbol Bintang
David ini: ”Setiap insan Mason
Bebas mengemban tugas, di
mana pun dia berada dan
bekerja,untuk memajukan
segala sesuatu yang
mempersatukan dan
menghapus pemisah antar
manusia.”
Jadi, misi Freemason adalah
“menghapus pemisah
antarmanusia!”. Salah satu
yang dianggap sebagai
pemisah antarmanusia adalah
'agama'. Maka, jangan heran,
jika banyak manusia
berteriak lantang: ”semua
agama adalah sama”. Atau,
”semua agama adalah benar,
karena merupakan jalan yang
sama-sama sah untuk menuju
Tuhan yang satu.”
Paham yang dikembangkan
Freemason adalah humanisme
sekular. Semboyannya: liberty,
egality, fraternity. Sejak awal
abad ke-18, Freemasonry telah
merambah ke berbagai dunia.
Di AS, misalnya, sejak
didirikan pada 1733,
Freemason segera menyebar
luas ke negara itu, sehingga
orang-orang seperti George
Washington, Thomas
Jefferson, John Hancock,
Benjamin Franklin menjadi
anggotanya.
Prinsip Freemasonry adalah
'Liberty, Equality, and
Fraternity'. (Lihat, A New
Encyclopedia of Freemasonry,
(New York: Wing Books, 1996).
Harun Yahya, dalam bukunya,
Ksatria-kstaria Templar Cikal
Bakal Gerakan Freemasonry
(Terj), mengungkap upaya
kaum Freemason di Turki
Usmani untuk menggusur
Islam dengan paham
humanisme.
Dalam suratnya kepada
seorang petinggi Turki Usmani,
Mustafa Rasid Pasya, August
Comte menulis, “Sekali
Usmaniyah mengganti
keimanan mereka terhadap
Tuhan dengan humanisme,
maka tujuan di atas akan
cepat dapat tercapai.” Comte
yang dikenal sebagai
penggagas alir n positivisme
juga mendesak agar Islam
diganti dengan positivisme.
Jadi, memang erat kaitannya
antara pengembangan
liberalisasi, sekularisasi, dan
misi Freemason.
Sumber: http://
www.republika.co.id/

Comments

Popular posts from this blog

bank plecit

primkopabri