Garuda
"Garuda di dadaku. Garuda
kebanggaanku. Kuyakin hari
ini pasti menang." Lagu ini
akan berkumandang lagi
malam ini di Gelora Bung
Karno. Laga pamungkas tim
nasional Indonesia melawan
Filipina tetap menyihir jutaan
penggemar bola di Tanah Air.
Burung macam apakah
garuda itu? Di manakah
burung itu dipelihara? Saya
kira tak ada yang memelihara,
karena burung ini ada di
dalam mitologi, di dalam
cerita, dan berbagai hikayat,
termasuk di dalam dongeng.
Orang pun bebas untuk
berkhayal tentang garuda.
Masalahnya, jika "khayalan"
itu dipatenkan, baik paten
menurut aturan hukum
maupun paten menurut
keyakinan, orang harus
mengikuti apa saja
persyaratannya jika sang
burung dipakai. Pemegang
hak paten akan marah kalau
burungnya digunakan di luar
kehendak sang pematen.
Ada puluhan--jangan-jangan
ratusan atau lebih--garuda
dalam berbagai versi yang
dipatenkan. Ada yang masih
kelihatan bentuk burungnya,
ada yang samar-samar. Salah
satunya adalah ciptaan Sultan
Hamid II dari Pontianak, yang
membuat garuda dengan cara
yang "aneh" jika dilihat dari
sisi fisik. Ekornya dibuat
delapan buah, mana ada
burung yang ekornya seperti
itu? Sayapnya ada 17 buah,
wah, kenapa ganjil? Bulu
lehernya ada 45, ini pasti
garuda sakit-sakitan.
Sultan Hamid bukan
memvisualkan garuda sebagai
burung. Ia merancang sebuah
lambang negara yang
memakai "bahan dasar"
burung garuda. Sayap, ekor,
dan bulu leher itu adalah
lambang kemerdekaan negara
ini, 17 Agustus 1945--mungkin
Sultan Hamid capek melukis
bulu leher garuda sebanyak
1.945 buah. Lalu, ditambah
dengan berbagai aksesori
yang penuh dengan simbol,
jadilah burung itu bernama
Garuda Pancasila--tambahan
Pancasila karena di dada
garuda itu tergantung
Pancasila dengan segala
lambangnya. Bahkan kaki
garuda memegang banner
yang bertulisan "Bhineka
Tunggal Ika".
Garuda Pancasila sudah
dipatenkan, tak bisa diutak-
atik. Moncongnya menoleh ke
kanan (dari posisi sang
burung), ya, tak bisa dibuat ke
kiri. Kenapa ke kanan?
Mungkin karena lambang
negara ini biasanya ditaruh di
tengah-tengah foto presiden
dan wakil presiden, burung itu
mau melihat presiden, bukan
wakil presiden. Ini tentu asal
nebak, dan banyak ada
tebakan lain, misalnya, kanan
adalah simbol kebajikan.
Bukankah Wali Kota Depok
sampai membuat baliho besar
agar warganya makan pakai
tangan kanan?
Garuda yang bukan
Pancasila boleh menoleh
seenaknya. Garuda lambang
Partai Gerindra juga menoleh
ke kanan. Garuda yang
menoleh ke kiri, antara lain,
maskapai penerbangan
Garuda Indonesia, meski ini
versi kaligrafi. Garuda
tunggangan Dewa Wisnu
dalam mitologi Hindu,
moncongnya ke depan dan
begitu perkasa karena tubuh
dan kakinya manusia. Ketika
Iwan Fals membuat garuda
untuk ilustrasi lagu Manusia
Setengah Dewa, ada yang
memprotes dengan menyebut
Iwan melecehkan kesakralan
Garuda Wisnu. Saya termasuk
yang membela Iwan Fals
karena jelas garuda versi dia
tak lebih dari burung perkutut
sedang demam.
Garuda Pancasila, karena
merupakan lambang negara,
wajib digunakan oleh setiap
warga negara yang mencintai
negeri ini. Kalaupun aturan
pemakaiannya dibuatkan
undang-undang, mestinya
cukup memberi batasan
bahwa garuda tidak dipakai
untuk hal yang merendahkan
bangsa. Tak perlu memperinci
penggunaannya, karena akan
banyak sekali. Dalam undang-
undang sekarang, aturan
penggunaannya diperinci,
sehingga kostum tim nasional
yang tak ada dalam perincian
itu dipermasalahkan. Memang
ulah orang macam-macam,
ada yang pingsan saat antre
tiket untuk membela garuda,
ada yang ingin terkenal
dengan menggugat garuda.
HOME
MINGGU, 19 DESEMBER 2010
Garuda
kebanggaanku. Kuyakin hari
ini pasti menang." Lagu ini
akan berkumandang lagi
malam ini di Gelora Bung
Karno. Laga pamungkas tim
nasional Indonesia melawan
Filipina tetap menyihir jutaan
penggemar bola di Tanah Air.
Burung macam apakah
garuda itu? Di manakah
burung itu dipelihara? Saya
kira tak ada yang memelihara,
karena burung ini ada di
dalam mitologi, di dalam
cerita, dan berbagai hikayat,
termasuk di dalam dongeng.
Orang pun bebas untuk
berkhayal tentang garuda.
Masalahnya, jika "khayalan"
itu dipatenkan, baik paten
menurut aturan hukum
maupun paten menurut
keyakinan, orang harus
mengikuti apa saja
persyaratannya jika sang
burung dipakai. Pemegang
hak paten akan marah kalau
burungnya digunakan di luar
kehendak sang pematen.
Ada puluhan--jangan-jangan
ratusan atau lebih--garuda
dalam berbagai versi yang
dipatenkan. Ada yang masih
kelihatan bentuk burungnya,
ada yang samar-samar. Salah
satunya adalah ciptaan Sultan
Hamid II dari Pontianak, yang
membuat garuda dengan cara
yang "aneh" jika dilihat dari
sisi fisik. Ekornya dibuat
delapan buah, mana ada
burung yang ekornya seperti
itu? Sayapnya ada 17 buah,
wah, kenapa ganjil? Bulu
lehernya ada 45, ini pasti
garuda sakit-sakitan.
Sultan Hamid bukan
memvisualkan garuda sebagai
burung. Ia merancang sebuah
lambang negara yang
memakai "bahan dasar"
burung garuda. Sayap, ekor,
dan bulu leher itu adalah
lambang kemerdekaan negara
ini, 17 Agustus 1945--mungkin
Sultan Hamid capek melukis
bulu leher garuda sebanyak
1.945 buah. Lalu, ditambah
dengan berbagai aksesori
yang penuh dengan simbol,
jadilah burung itu bernama
Garuda Pancasila--tambahan
Pancasila karena di dada
garuda itu tergantung
Pancasila dengan segala
lambangnya. Bahkan kaki
garuda memegang banner
yang bertulisan "Bhineka
Tunggal Ika".
Garuda Pancasila sudah
dipatenkan, tak bisa diutak-
atik. Moncongnya menoleh ke
kanan (dari posisi sang
burung), ya, tak bisa dibuat ke
kiri. Kenapa ke kanan?
Mungkin karena lambang
negara ini biasanya ditaruh di
tengah-tengah foto presiden
dan wakil presiden, burung itu
mau melihat presiden, bukan
wakil presiden. Ini tentu asal
nebak, dan banyak ada
tebakan lain, misalnya, kanan
adalah simbol kebajikan.
Bukankah Wali Kota Depok
sampai membuat baliho besar
agar warganya makan pakai
tangan kanan?
Garuda yang bukan
Pancasila boleh menoleh
seenaknya. Garuda lambang
Partai Gerindra juga menoleh
ke kanan. Garuda yang
menoleh ke kiri, antara lain,
maskapai penerbangan
Garuda Indonesia, meski ini
versi kaligrafi. Garuda
tunggangan Dewa Wisnu
dalam mitologi Hindu,
moncongnya ke depan dan
begitu perkasa karena tubuh
dan kakinya manusia. Ketika
Iwan Fals membuat garuda
untuk ilustrasi lagu Manusia
Setengah Dewa, ada yang
memprotes dengan menyebut
Iwan melecehkan kesakralan
Garuda Wisnu. Saya termasuk
yang membela Iwan Fals
karena jelas garuda versi dia
tak lebih dari burung perkutut
sedang demam.
Garuda Pancasila, karena
merupakan lambang negara,
wajib digunakan oleh setiap
warga negara yang mencintai
negeri ini. Kalaupun aturan
pemakaiannya dibuatkan
undang-undang, mestinya
cukup memberi batasan
bahwa garuda tidak dipakai
untuk hal yang merendahkan
bangsa. Tak perlu memperinci
penggunaannya, karena akan
banyak sekali. Dalam undang-
undang sekarang, aturan
penggunaannya diperinci,
sehingga kostum tim nasional
yang tak ada dalam perincian
itu dipermasalahkan. Memang
ulah orang macam-macam,
ada yang pingsan saat antre
tiket untuk membela garuda,
ada yang ingin terkenal
dengan menggugat garuda.
HOME
MINGGU, 19 DESEMBER 2010
Garuda
Comments
Post a Comment
silahkan berkomentar kawan !