SAnGkuni
Sangkuni, atau yang dalam
ejaan Sanskerta disebut Shakuni
(: शकुनि ; śakuni) adalah seorang
tokoh antagonis dalam wiracarita
Mahabharata. Ia merupakan
paman para Korawa dari pihak
ibu. Sangkuni terkenal sebagai
tokoh licik yang selalu
menghasut para Korawa agar
memusuhi Pandawa. Antara lain,
ia berhasil merebut Kerajaan
Indraprastha dari tangan para
Pandawa melalui sebuah
permainan dadu.
Dalam pewayangan Jawa,
Sangkuni sering dieja dengan
nama Sengkuni. ketika para
Korawa berkuasa di Kerajaan
Hastina, ia diangkat sebagai
patih. Dalam pewayangan
Sunda, ia juga dikenal dengan
nama Sangkuning.
Asal-Usul Sangkuni dalam
Versi Mahabharata
Menurut versi Mahabharata,
Sangkuni berasal dari Kerajaan
Gandhara. Ayahnya bernama
Suwala. Pada suatu hari adik
perempuannya yang bernama
Gandari dilamar untuk dijadikan
sebagai istri Dretarastra, seorang
pangeran dari Hastinapura yang
menderita tunanetra. Sangkuni
marah atas keputusan ayahnya
yang menerima lamaran
tersebut. Menurutnya, Gandari
seharusnya menjadi istri Pandu,
adik Dretarastra. Namun karena
semuanya sudah terjadi, ia pun
mengikuti Gandari yang
selanjutnya menetap di istana
Hastinapura.
Gandari memutuskan untuk
selalu menutup kedua matanya
menggunakan selembar kain
karena ia sangat setia kepada
suaminya yang buta. Dari
perkawinan mereka lahir seratus
orang Korawa, yang sejak kecil
diasuh oleh Sangkuni.
Di bawah asuhan Sangkuni, para
Korawa tumbuh menjadi anak-
anak yang selalu diliputi rasa
kebencian terhadap para
Pandawa, yaitu putra-putra
Pandu. Setiap hari Sangkuni
selalu mengobarkan rasa
permusuhan di hati para
Korawa, terutama yang tertua,
yaitu Duryodana.
Konon Sangkuni merupakan
reinkarnasi dari Dwapara, yaitu
seorang dewa yang bertugas
menciptakan kekacauan di muka
bumi.
Asal-Usul Sangkuni Versi
Pewayangan
Dalam pewayangan, terutama di
Jawa, Sengkuni bukan kakak dari
Dewi Gendari, melainkan
adiknya. Sementara itu Gandara
versi pewayangan bukan nama
sebuah kerajaan, melainkan
nama kakak tertua mereka.
Sengkuni sendiri dikisahkan
memiliki nama asli Harya
Suman.
Pada mulanya raja Kerajaan
Plasajenar bernama Suwala.
Setelah meninggal, ia digantikan
oleh putra sulungnya yang
bernama Gandara. Pada suatu
hari Gandara ditemani kedua
adiknya, yaitu Gendari dan
Suman, berangkat menuju
Kerajaan Mandura untuk
mengikuti sayembara
memperebutkan Dewi Kunti,
putri negeri tersebut.
Di tengah jalan, rombongan
Gandara berpapasan dengan
Pandu yang sedang dalam
perjalanan pulang menuju
Kerajaan Hastina setelah
memenangkan sayembara Kunti.
Pertempuran pun terjadi.
Gandara akhirnya tewas di
tangan Pandu. Pandu kemudian
membawa serta Gendari dan
Suman menuju Hastina.
Sesampainya di Hastina, Gendari
diminta oleh kakak Pandu yang
bernama Drestarastra untuk
dijadikan istri. Gendari sangat
marah karena ia sebenarnya
ingin menjadi istri Pandu. Suman
pun berjanji akan selalu
membantu kakaknya itu
melampiaskan sakit hatinya. Ia
bertekad akan menciptakan
permusuhan di antara para
Kurawa, anak-anak Drestarastra,
melawan para Pandawa, anak-
anak Pandu.
Asal-Usul Nama Sangkuni
Menurut versi pewayangan Jawa,
pada mulanya Harya Suman
berwajah tampan. Ia mulai
menggunakan nama Sengkuni
semenjak wujudnya berubah
menjadi buruk akibat dihajar
oleh Patih Gandamana.
Gandamana adalah pangeran
dari Kerajaan Pancala yang
memilih mengabdi sebagai patih
di Kerajaan Hastina pada masa
pemerintahan Pandu. Suman
yang sangat berambisi merebut
jabatan patih menggunakan
cara-cara licik untuk
menyingkirkan Gandamana.
Pada suatu hari Suman berhasil
mengadu domba antara Pandu
dengan muridnya yang berwujud
raja raksasa bernama Prabu
Tremboko. Maka terciptalah
ketegangan di antara Kerajaan
Hastina dan Kerajaan
Pringgadani. Pandu pun
mengirim Gandamana sebagai
duta perdamaian. Di tengah
jalan, Suman menjebak
Gandamana sehingga jatuh ke
dalam perangkapnya.
Suman kemudian kembali ke
Hastina untuk melapor kepada
Pandu bahwa Gandamana telah
berkhianat dan memihak musuh.
Pandu yang saat itu sedang labil
segera memutuskan untuk
mengangkat Suman sebagai
patih baru. Tiba-tiba Gandamana
yang ternyata masih hidup
muncul dan menyeret Suman.
Suman pun dihajar habis-habisan
sehingga wujudnya yang tampan
berubah menjadi jelek.
Sejak saat itu, Suman pun
terkenal dengan sebutan
Sengkuni, berasal dari kata saka
dan uni, yang bermakna "dari
ucapan". Artinya, ia menderita
cacad buruk rupa adalah karena
hasil ucapannya sendiri.
Peristiwa Perebutan Minyak
Tala
Versi pewayangan selanjutnya
mengisahkan, setelah Pandu
meninggal dunia, pusakanya
yang bernama Minyak Tala
dititipkan kepada Drestarastra
supaya kelak diserahkan kepada
para Pandawa jika kelak mereka
dewasa. Minyak Tala sendiri
merupakan pusaka pemberian
dewata sebagai hadiah karena
Pandu pernah menumpas musuh
kahyangan bernama Nagapaya.
Beberapa tahun kemudian,
terjadi perebutan antara para
Pandawa melawan para Kurawa
yang ternyata juga menginginkan
Minyak Tala. Dretarastra
memutuskan untuk
melemparkan minyak tersebut
beserta wadahnya yang berupa
cupu sejauh-jauhnya. Pandawa
dan Kurawa segera berpencar
untuk bersiap menangkapnya.
Namun, Sengkuni dengan licik
lebih dahulu menyenggol tangan
Drestarastra ketika hendak
melemparkan benda tersebut.
Akibatnya, sebagian Minyak Tala
pun tumpah. Sengkuni segera
membuka semua pakaiannya
dan bergulingan di lantai untuk
membasahi seluruh kulitnya
dengan minyak tersebut.
Sementara itu, cupu beserta sisa
Minyak Tala jatuh tercebur ke
dalam sebuah sumur tua. Para
Pandawa dan Kurawa tidak
mampu mengambilnya. Tiba-tiba
muncul seorang pendeta dekil
bernama Durna yang berhasil
mengambil cupu tersebut
dengan mudah. Tertarik melihat
kesaktiannya, para Kurawa dan
Pandawa pun berguru kepada
pendeta tersebut.
Sengkuni yang telah
bermandikan Minyak Tala sejak
saat itu mendapati seluruh
kulitnya kebal terhadap segala
jenis senjata. Meskipun ilmu bela
dirinya rendah, namun tidak ada
satu pun senjata yang mampu
menembus kulitnya.
Usaha-Usaha Licik dan Intrik
Jahat Sangkuni dan Kurawa
untuk Menyingkirkan Pandawa
Baik dalam versi Mahabharata
maupun versi pewayanagan,
Sengkuni merupakan penasihat
utama Duryudana, pemimpin
para Kurawa. Berbagai jenis tipu
muslihat dan kelicikan ia
jalankan demi menyingkirkan
para Pandawa.
Dalam Mahabharata bagian
pertama atau Adiparwa,
Sangkuni menciptakan
kebakaran di Gedung Jatugreha,
tempat para Pandawa bermalam
di dekat Hutan Waranawata.
Namun para Pandawa dan ibu
mereka, yaitu Kunti berhasil
meloloskan diri dari kematian.
Dalam pewayangan, peristiwa ini
terkenal dengan nama Bale
Sigala-Gala.
Usaha Sengkuni yang paling
sukses adalah merebut Kerajaan
Indraprastha dari tangan para
Pandawa melalui permainan
dadu melawan pihak Kurawa.
Kisah ini terdapat dalam
Mahabharata bagian kedua, atau
Sabhaparwa.
Peristiwa tersebut disebabkan
oleh rasa iri hati Duryudana atas
keberhasilan para Pandawa
membangun Indraprastha yang
jauh lebih indah daripada
Hastinapura. Atas saran
Sengkuni, ia pun mengundang
para Pandawa untuk bermain
dadu di Hastinapura. Dalam
permainan itu Sengkuni
bertindak sebagai pelempar
dadu Kurawa. Dengan
menggunakan ilmu sihirnya, ia
berhasil mengalahkan para
Pandawa. Sedikit demi sedikit
harta benda, istana Indraprastha,
bahkan kemerdekaan para
Pandawa dan istri mereka, Dewi
Drupadi jatuh ke tangan
Duryudana.
Mendengar Drupadi
dipermalukan di depan umum,
Dewi Gendari ibu para Kurawa
muncul membatalkan semuanya.
Para Pandawa pun pulang dan
mendapatkan kemerdekaan
mereka kembali. Karena kecewa,
Duryudana mendesak ayahnya,
Drestarastra, supaya
mengizinkannya untuk
menantang Pandawa sekali lagi.
Drestarastra yang lemah tidak
kuasa menolak keinginan anak
yang sangat dimanjakannya itu.
Maka, permainan dadu yang
kedua pun terjadi kembali.
Untuk kedua kalinya, pihak
Pandawa kalah di tangan
Sengkuni. Sebagai hukuman,
mereka harus menjalani hidup
selama 12 tahun di dalam hutan,
dan dilanjutkan dengan
menyamar selama setahun di
suatu negeri. Jika penyamaran
mereka sampai terbongkar,
mereka harus mengulangi
kembali selama 12 tahun hidup
di dalam hutan dan begitulah
seterusnya.
Kematian Sangkuni di
Kurukshetra oleh Bima versi
Jawa.
Setelah masa hukuman selama
13 tahun berakhir, para
Pandawa kembali untuk
mengambil kembali negeri
mereka dari tangan Kurawa.
Namun pihak Kurawa menolak
mengembalikan Kerajaan
Indraprastha dengan alasan
penyamaran para Pandawa di
Kerajaan Wirata telah
terbongkar. Berbagai usaha
damai diperjuangkan pihak
Pandawa namun semuanya
mengalami kegagalan. Perang
pun menjadi pilihan selanjutnya.
Pertempuran besar di
Kurukshetra
antara pihak Pandawa melawan
Kurawa dengan sekutu masing-
masing akhirnya meletus. Perang
yang juga terkenal dengan
sebutan Baratayuda ini
berlangsung selama 18 hari, di
mana Sengkuni tewas pada hari
terakhir.
Menurut versi Mahabharata
bagian kedelapan atau
Salyaparwa, Sengkuni tewas di
tangan Sadewa, yaitu Pandawa
nomor lima. Pertempuran habis-
habisan antara keduanya terjadi
pada hari ke-18. Sengkuni
mengerahkan ilmu sihirnya
sehingga tercipta banjir besar
yang menyapu daratan
Kurukshetra, tempat perang
berlangsung.
Dengan penuh perjuangan,
Sadewa akhirnya berhasil
memenggal kepala Sengkuni.
Riwayat tokoh licik itu pun
berakhir.
Kisah versi asli di atas sedikit
berbeda dengan Kakawin
Bharatayuddha yang ditulis pada
zaman Kerajaan Kadiri tahun
1157. Menurut naskah
berbahasa Jawa Kuna ini,
Sengkuni bukan mati di tangan
Seadewa, melainkan di tangan
Bima, Pandawa nomor dua.
Sengkuni dikisahkan mati remuk
oleh pukulan gada Bima. Tidak
hanya itu, Bima kemudian
memotong-motong tubuh
Sengkuni menjadi beberapa
bagian.
Kisah tersebut dikembangkan
lagi dalam pewayangan Jawa.
Pada hari terakhir Baratayuda,
Sengkuni bertempur melawan
Bima. Kulitnya yang kebal karena
pengaruh Minyak Tala bahkan
sempat membuat Bima menjadi
pusing karena tidak bisa
mengalahkan Sengkuni.
Penasihat Pandawa selain
Kresna, yaitu Semar muncul
memberi tahu Bima bahwa
kelemahan Sengkuni berada di
bagian dubur, karena bagian
tersebut dulunya pasti tidak
terkena pengaruh Minyak Tala.
Bima pun maju kembali.
Sengkuni ditangkap dan disobek
duburnya menggunakan Kuku
Pancanaka yang tumbuh di
ujung jari Bima.
Ilmu kebal Sengkuni pun
musnah. Dengan beringas, Bima
menyobek dan menguliti
Sengkuni tanpa ampun.
Meskipun demikian, Sengkuni
hanya sekarat tetapi tidak mati.
Pada sore harinya Bima berhasil
mengalahkan Duryudana, raja
para Kurawa. Dalam keadaan
sekarat, Duryudana menyatakan
bahwa dirinya bersedia mati jika
ditemani pasangan hidupnya,
yaitu istrinya yang bernama Dewi
Banowati. Atas nasihat Kresna,
Bima pun mengambil Sengkuni
yang masih sekarat untuk
diserahkan kepada Duryudana.
Duryudana yang sudah
kehilangan penglihatannya
akibat luka parah segera
menggigit leher Sangkuni yang
dikiranya Banowati.
Akibat gigitan itu, Sengkuni pun
tewas seketika, begitu pula
dengan Duryudana. Ini
membuktikan bahwa pasangan
sejati Duryudana sesungguhnya
bukan istrinya, melainkan
pamannya yaitu Sengkuni yang
senantiasa berjuang dengan
berbagai cara untuk
membahagiakan para Korawa.
ejaan Sanskerta disebut Shakuni
(: शकुनि ; śakuni) adalah seorang
tokoh antagonis dalam wiracarita
Mahabharata. Ia merupakan
paman para Korawa dari pihak
ibu. Sangkuni terkenal sebagai
tokoh licik yang selalu
menghasut para Korawa agar
memusuhi Pandawa. Antara lain,
ia berhasil merebut Kerajaan
Indraprastha dari tangan para
Pandawa melalui sebuah
permainan dadu.
Dalam pewayangan Jawa,
Sangkuni sering dieja dengan
nama Sengkuni. ketika para
Korawa berkuasa di Kerajaan
Hastina, ia diangkat sebagai
patih. Dalam pewayangan
Sunda, ia juga dikenal dengan
nama Sangkuning.
Asal-Usul Sangkuni dalam
Versi Mahabharata
Menurut versi Mahabharata,
Sangkuni berasal dari Kerajaan
Gandhara. Ayahnya bernama
Suwala. Pada suatu hari adik
perempuannya yang bernama
Gandari dilamar untuk dijadikan
sebagai istri Dretarastra, seorang
pangeran dari Hastinapura yang
menderita tunanetra. Sangkuni
marah atas keputusan ayahnya
yang menerima lamaran
tersebut. Menurutnya, Gandari
seharusnya menjadi istri Pandu,
adik Dretarastra. Namun karena
semuanya sudah terjadi, ia pun
mengikuti Gandari yang
selanjutnya menetap di istana
Hastinapura.
Gandari memutuskan untuk
selalu menutup kedua matanya
menggunakan selembar kain
karena ia sangat setia kepada
suaminya yang buta. Dari
perkawinan mereka lahir seratus
orang Korawa, yang sejak kecil
diasuh oleh Sangkuni.
Di bawah asuhan Sangkuni, para
Korawa tumbuh menjadi anak-
anak yang selalu diliputi rasa
kebencian terhadap para
Pandawa, yaitu putra-putra
Pandu. Setiap hari Sangkuni
selalu mengobarkan rasa
permusuhan di hati para
Korawa, terutama yang tertua,
yaitu Duryodana.
Konon Sangkuni merupakan
reinkarnasi dari Dwapara, yaitu
seorang dewa yang bertugas
menciptakan kekacauan di muka
bumi.
Asal-Usul Sangkuni Versi
Pewayangan
Dalam pewayangan, terutama di
Jawa, Sengkuni bukan kakak dari
Dewi Gendari, melainkan
adiknya. Sementara itu Gandara
versi pewayangan bukan nama
sebuah kerajaan, melainkan
nama kakak tertua mereka.
Sengkuni sendiri dikisahkan
memiliki nama asli Harya
Suman.
Pada mulanya raja Kerajaan
Plasajenar bernama Suwala.
Setelah meninggal, ia digantikan
oleh putra sulungnya yang
bernama Gandara. Pada suatu
hari Gandara ditemani kedua
adiknya, yaitu Gendari dan
Suman, berangkat menuju
Kerajaan Mandura untuk
mengikuti sayembara
memperebutkan Dewi Kunti,
putri negeri tersebut.
Di tengah jalan, rombongan
Gandara berpapasan dengan
Pandu yang sedang dalam
perjalanan pulang menuju
Kerajaan Hastina setelah
memenangkan sayembara Kunti.
Pertempuran pun terjadi.
Gandara akhirnya tewas di
tangan Pandu. Pandu kemudian
membawa serta Gendari dan
Suman menuju Hastina.
Sesampainya di Hastina, Gendari
diminta oleh kakak Pandu yang
bernama Drestarastra untuk
dijadikan istri. Gendari sangat
marah karena ia sebenarnya
ingin menjadi istri Pandu. Suman
pun berjanji akan selalu
membantu kakaknya itu
melampiaskan sakit hatinya. Ia
bertekad akan menciptakan
permusuhan di antara para
Kurawa, anak-anak Drestarastra,
melawan para Pandawa, anak-
anak Pandu.
Asal-Usul Nama Sangkuni
Menurut versi pewayangan Jawa,
pada mulanya Harya Suman
berwajah tampan. Ia mulai
menggunakan nama Sengkuni
semenjak wujudnya berubah
menjadi buruk akibat dihajar
oleh Patih Gandamana.
Gandamana adalah pangeran
dari Kerajaan Pancala yang
memilih mengabdi sebagai patih
di Kerajaan Hastina pada masa
pemerintahan Pandu. Suman
yang sangat berambisi merebut
jabatan patih menggunakan
cara-cara licik untuk
menyingkirkan Gandamana.
Pada suatu hari Suman berhasil
mengadu domba antara Pandu
dengan muridnya yang berwujud
raja raksasa bernama Prabu
Tremboko. Maka terciptalah
ketegangan di antara Kerajaan
Hastina dan Kerajaan
Pringgadani. Pandu pun
mengirim Gandamana sebagai
duta perdamaian. Di tengah
jalan, Suman menjebak
Gandamana sehingga jatuh ke
dalam perangkapnya.
Suman kemudian kembali ke
Hastina untuk melapor kepada
Pandu bahwa Gandamana telah
berkhianat dan memihak musuh.
Pandu yang saat itu sedang labil
segera memutuskan untuk
mengangkat Suman sebagai
patih baru. Tiba-tiba Gandamana
yang ternyata masih hidup
muncul dan menyeret Suman.
Suman pun dihajar habis-habisan
sehingga wujudnya yang tampan
berubah menjadi jelek.
Sejak saat itu, Suman pun
terkenal dengan sebutan
Sengkuni, berasal dari kata saka
dan uni, yang bermakna "dari
ucapan". Artinya, ia menderita
cacad buruk rupa adalah karena
hasil ucapannya sendiri.
Peristiwa Perebutan Minyak
Tala
Versi pewayangan selanjutnya
mengisahkan, setelah Pandu
meninggal dunia, pusakanya
yang bernama Minyak Tala
dititipkan kepada Drestarastra
supaya kelak diserahkan kepada
para Pandawa jika kelak mereka
dewasa. Minyak Tala sendiri
merupakan pusaka pemberian
dewata sebagai hadiah karena
Pandu pernah menumpas musuh
kahyangan bernama Nagapaya.
Beberapa tahun kemudian,
terjadi perebutan antara para
Pandawa melawan para Kurawa
yang ternyata juga menginginkan
Minyak Tala. Dretarastra
memutuskan untuk
melemparkan minyak tersebut
beserta wadahnya yang berupa
cupu sejauh-jauhnya. Pandawa
dan Kurawa segera berpencar
untuk bersiap menangkapnya.
Namun, Sengkuni dengan licik
lebih dahulu menyenggol tangan
Drestarastra ketika hendak
melemparkan benda tersebut.
Akibatnya, sebagian Minyak Tala
pun tumpah. Sengkuni segera
membuka semua pakaiannya
dan bergulingan di lantai untuk
membasahi seluruh kulitnya
dengan minyak tersebut.
Sementara itu, cupu beserta sisa
Minyak Tala jatuh tercebur ke
dalam sebuah sumur tua. Para
Pandawa dan Kurawa tidak
mampu mengambilnya. Tiba-tiba
muncul seorang pendeta dekil
bernama Durna yang berhasil
mengambil cupu tersebut
dengan mudah. Tertarik melihat
kesaktiannya, para Kurawa dan
Pandawa pun berguru kepada
pendeta tersebut.
Sengkuni yang telah
bermandikan Minyak Tala sejak
saat itu mendapati seluruh
kulitnya kebal terhadap segala
jenis senjata. Meskipun ilmu bela
dirinya rendah, namun tidak ada
satu pun senjata yang mampu
menembus kulitnya.
Usaha-Usaha Licik dan Intrik
Jahat Sangkuni dan Kurawa
untuk Menyingkirkan Pandawa
Baik dalam versi Mahabharata
maupun versi pewayanagan,
Sengkuni merupakan penasihat
utama Duryudana, pemimpin
para Kurawa. Berbagai jenis tipu
muslihat dan kelicikan ia
jalankan demi menyingkirkan
para Pandawa.
Dalam Mahabharata bagian
pertama atau Adiparwa,
Sangkuni menciptakan
kebakaran di Gedung Jatugreha,
tempat para Pandawa bermalam
di dekat Hutan Waranawata.
Namun para Pandawa dan ibu
mereka, yaitu Kunti berhasil
meloloskan diri dari kematian.
Dalam pewayangan, peristiwa ini
terkenal dengan nama Bale
Sigala-Gala.
Usaha Sengkuni yang paling
sukses adalah merebut Kerajaan
Indraprastha dari tangan para
Pandawa melalui permainan
dadu melawan pihak Kurawa.
Kisah ini terdapat dalam
Mahabharata bagian kedua, atau
Sabhaparwa.
Peristiwa tersebut disebabkan
oleh rasa iri hati Duryudana atas
keberhasilan para Pandawa
membangun Indraprastha yang
jauh lebih indah daripada
Hastinapura. Atas saran
Sengkuni, ia pun mengundang
para Pandawa untuk bermain
dadu di Hastinapura. Dalam
permainan itu Sengkuni
bertindak sebagai pelempar
dadu Kurawa. Dengan
menggunakan ilmu sihirnya, ia
berhasil mengalahkan para
Pandawa. Sedikit demi sedikit
harta benda, istana Indraprastha,
bahkan kemerdekaan para
Pandawa dan istri mereka, Dewi
Drupadi jatuh ke tangan
Duryudana.
Mendengar Drupadi
dipermalukan di depan umum,
Dewi Gendari ibu para Kurawa
muncul membatalkan semuanya.
Para Pandawa pun pulang dan
mendapatkan kemerdekaan
mereka kembali. Karena kecewa,
Duryudana mendesak ayahnya,
Drestarastra, supaya
mengizinkannya untuk
menantang Pandawa sekali lagi.
Drestarastra yang lemah tidak
kuasa menolak keinginan anak
yang sangat dimanjakannya itu.
Maka, permainan dadu yang
kedua pun terjadi kembali.
Untuk kedua kalinya, pihak
Pandawa kalah di tangan
Sengkuni. Sebagai hukuman,
mereka harus menjalani hidup
selama 12 tahun di dalam hutan,
dan dilanjutkan dengan
menyamar selama setahun di
suatu negeri. Jika penyamaran
mereka sampai terbongkar,
mereka harus mengulangi
kembali selama 12 tahun hidup
di dalam hutan dan begitulah
seterusnya.
Kematian Sangkuni di
Kurukshetra oleh Bima versi
Jawa.
Setelah masa hukuman selama
13 tahun berakhir, para
Pandawa kembali untuk
mengambil kembali negeri
mereka dari tangan Kurawa.
Namun pihak Kurawa menolak
mengembalikan Kerajaan
Indraprastha dengan alasan
penyamaran para Pandawa di
Kerajaan Wirata telah
terbongkar. Berbagai usaha
damai diperjuangkan pihak
Pandawa namun semuanya
mengalami kegagalan. Perang
pun menjadi pilihan selanjutnya.
Pertempuran besar di
Kurukshetra
antara pihak Pandawa melawan
Kurawa dengan sekutu masing-
masing akhirnya meletus. Perang
yang juga terkenal dengan
sebutan Baratayuda ini
berlangsung selama 18 hari, di
mana Sengkuni tewas pada hari
terakhir.
Menurut versi Mahabharata
bagian kedelapan atau
Salyaparwa, Sengkuni tewas di
tangan Sadewa, yaitu Pandawa
nomor lima. Pertempuran habis-
habisan antara keduanya terjadi
pada hari ke-18. Sengkuni
mengerahkan ilmu sihirnya
sehingga tercipta banjir besar
yang menyapu daratan
Kurukshetra, tempat perang
berlangsung.
Dengan penuh perjuangan,
Sadewa akhirnya berhasil
memenggal kepala Sengkuni.
Riwayat tokoh licik itu pun
berakhir.
Kisah versi asli di atas sedikit
berbeda dengan Kakawin
Bharatayuddha yang ditulis pada
zaman Kerajaan Kadiri tahun
1157. Menurut naskah
berbahasa Jawa Kuna ini,
Sengkuni bukan mati di tangan
Seadewa, melainkan di tangan
Bima, Pandawa nomor dua.
Sengkuni dikisahkan mati remuk
oleh pukulan gada Bima. Tidak
hanya itu, Bima kemudian
memotong-motong tubuh
Sengkuni menjadi beberapa
bagian.
Kisah tersebut dikembangkan
lagi dalam pewayangan Jawa.
Pada hari terakhir Baratayuda,
Sengkuni bertempur melawan
Bima. Kulitnya yang kebal karena
pengaruh Minyak Tala bahkan
sempat membuat Bima menjadi
pusing karena tidak bisa
mengalahkan Sengkuni.
Penasihat Pandawa selain
Kresna, yaitu Semar muncul
memberi tahu Bima bahwa
kelemahan Sengkuni berada di
bagian dubur, karena bagian
tersebut dulunya pasti tidak
terkena pengaruh Minyak Tala.
Bima pun maju kembali.
Sengkuni ditangkap dan disobek
duburnya menggunakan Kuku
Pancanaka yang tumbuh di
ujung jari Bima.
Ilmu kebal Sengkuni pun
musnah. Dengan beringas, Bima
menyobek dan menguliti
Sengkuni tanpa ampun.
Meskipun demikian, Sengkuni
hanya sekarat tetapi tidak mati.
Pada sore harinya Bima berhasil
mengalahkan Duryudana, raja
para Kurawa. Dalam keadaan
sekarat, Duryudana menyatakan
bahwa dirinya bersedia mati jika
ditemani pasangan hidupnya,
yaitu istrinya yang bernama Dewi
Banowati. Atas nasihat Kresna,
Bima pun mengambil Sengkuni
yang masih sekarat untuk
diserahkan kepada Duryudana.
Duryudana yang sudah
kehilangan penglihatannya
akibat luka parah segera
menggigit leher Sangkuni yang
dikiranya Banowati.
Akibat gigitan itu, Sengkuni pun
tewas seketika, begitu pula
dengan Duryudana. Ini
membuktikan bahwa pasangan
sejati Duryudana sesungguhnya
bukan istrinya, melainkan
pamannya yaitu Sengkuni yang
senantiasa berjuang dengan
berbagai cara untuk
membahagiakan para Korawa.
Comments
Post a Comment
silahkan berkomentar kawan !