Peraih Nobel 2011 Dalam Bidang Sastra

HADIAH Nobel 2011 dalam
bidang sastra diberikan
kepada novelis Peru berusia
74 bernama Mario Vargas
Llosa.
Pilihan dari lembaga pemberi
hadiah asal Swedia ini patut
diacungi jempol: Vargas Llosa
adalah tokoh sastra besar.
Dia dikenal karena sejumlah
novel dan esainya, serta
sejumlah aksi publik. Bahkan dia
pernah menjadi calon presiden
Peru pada 1990. Dia lebih
terkenal lagi karena pernah
meninju pemenang Nobel
lainnya, Gabriel Garcia Marquez,
karena masalah rumah tangga.
Pribadicemerlang, kosmopolit,
berani dan vokal, Vargas Llosa
adalah novelis handal sekaligus
figur intelektual publik yang
asertif.
Pengalaman hidupnya melewati
sejumlah rezim militer berbeda,
eksperimennya yang tidak terlalu
dalam dengan demokrasi
memiliki pengaruh sangat dalam
pada karya-karyanya. Di saat
sama, meski berkulit putih dan
keturunan Spanyol, Vargas Llosa
adalah advokat sensitif bagi
perjuangan hak dan kebudayaan
rakyat setempat di negerinya.
Dan yang mendasari itu semua
adalah gairah Vargas Llosa akan
kebebasan, yang tidak pernah
terpuaskan dan tak kenal
kompromi.
Indonesia, seperti kebanyakan
negara Amerika Latin, juga telah
melewati puluhan tahun rezim
militer tirani. Pengalaman
berdarah yang hampir sama
inilah yang membuat Jakarta
mirip dengan Lima, kota asal
Vargas Llosa.
Namun, sejak era 80-an dan 90-
an, ketika Amerika Latin telah
keluar dari masa lalunya yang
tuna demokrasi, wilayah ini
mengalami transformasi hampir
sama dengan Indonesia di mana
pertumbuhan ekonomi berada
pada kisaran 5%.
Meskipun demikian, kenangan
buruk tentang otoriterisme masih
belum hilang dari pikiran rakyat.
Ironisnya, hal ini juga menjadi
sumber inspirasi yang tak ada
habisnya bagi para seniman dan
penulis.
Dari sederetan karya Vargas
Llosa yang terkenal, ada dua
buku yang paling menonjol.
Yang pertama adalah Aunt Julia
and the Scriptwriter, novel yang
mengikuti perjalanan tokoh
utamanya dari masa kecil hingga
dewasa yang berlatar Lima era
1950-an. Sebagian cerita diambil
dari kehidupan pribadinya,
tentang seorang pemuda 18
tahun yang ingin menjadi penulis
dan jatuh cinta pada seorang
janda yang jauh lebih tua.
Sekali lagi, novel ini
menceritakan kegelisahan Vargas
Llosa akan kebebasan dan
integritas, ketika alter-egonya di
buku ini membayangkan masa
depannya bersama perempuan
lebih tua.
Novel keempat, The War of the
End of the World jauh lebih
suram dan epik. Berdasarkan
Perang Canudos yang bersejarah
(1893-1897), Vargas Llosa
merekam perjuangan
sekelompok petani yang
tertindas di bagian timur laut
Brazil.
Vargas Llosa menganggap buku
ini sebagai karya terbaiknya, dan
menjadi bukti betapa dekatnya
dia dengan golongan
terpinggirkan dan terasing dari
kekuasaan dan uang.
Layaknya banyak figur intelektual
lain dari generasinya, Vargas
Llosa adalah politikus aktif.
Dimulai sebagai seorang sosialis,
dia mulai bergerak ke kanan,
ketika dunia mulai mengetahui
apa yang sebenarnya terjadi di
Kuba di bawah pemerintahan
Castro.
Lebih lagi, kemelut golongan kiri
yang brutal di pinggiran Peru
membuatnya sadar bahwa
perbedaan antara otoriterisme
sayap kanan dan kiri tidak terlalu
berbeda, keduanya menjadi
ancaman bagi kebebasan
individual. Arena ini tidak ideal
dan berbahaya bagi
kemanusiaan.
Ketika dia berpindah haluan ke
sayap kanan, posisi Vargas Llosa
menjadi sangat kontroversial,
apalagi karena saat itu, banyak
intelektual Amerika Latin yang
mendukung perjuangan
golongan kiri melawan rezim
militer.
Sejak menjadi pejuang neo-
liberalisme, Vargas Llosa terus-
menerus melontarkan kritik
tentang segala bentuk
penyalahgunaan kekuatan
politik. Kritiknya ditujukan
kepada Negara Meksiko yang
hanya punya satu partai politik,
dan dia mengecam partai PRI
yang berkuasa, karena telah
menciptakan 'kediktatoran
sempurna', sehingga menjadi
pembicaraan dalam percaturan
politik negeri itu.
Vargas Llosa bukan hanya bisa
mengkritik dengan omongan: dia
memainkan peranan penting
dalam pembentukan FREDEMO,
koalisi partai sayap tengah-
kanan. Dan tentu saja,
kegagalannya menjadi presiden
Peru pada 1990 menjadi dasar
penulisan memoarnya, A Fish in
Water.
Sejumlah tulisan dan perjalanan
politiknya adalah peringatan
penting akan pentingnya
pembelaan kebebasan
fundamental dan juga bahaya
dogmatism. Mungkin drama
penyelamatan 33 penambang
Chile yang terjebak di bawah
tanah selama dua bulan baru-
baru ini menjadi peringatan
ironis bahwa kebebasan
individual sama pentingnya
dengan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di
Amerika Latin.
Kebebasan dan kemerdekaan
tentu saja hal baik. Tapi dalam
dunia terbuka dan disetir oleh
pasar, mengatur keduanya
adalah tantangan berat.
Kita bertanya-tanya, kira-kira
apa pendapat Vargas Llosa
tentang kemelut politik di Jakarta
saat ini? Apakah dia akan
menyayangkan ketidakdewasaan
pihak-pihak yang belum lama
menggulingkan tirani di
negaranya, atau akankah dia
menepuki betapa terbukanya
sistem politik Indonesia?

Comments

  1. Mario Vargas Llosa itu pemenang Nobel 2010. Segera cek.

    ReplyDelete
  2. thanx koreksinya kawan, ternyata salah ketik berakibat fatal :)thanx koreksinya kawan, ternyata salah ketik berakibat fatal :)

    ReplyDelete

Post a Comment

silahkan berkomentar kawan !

Popular posts from this blog

bank plecit

primkopabri