Fakta Dari KelapaDua
BAGI sejumlah tersangka
kasus korupsi, Rumah
Tahanan Brigade Mobil
Kepolisian di Kelapa Dua,
Depok, Jawa Barat, bagaikan
asrama. "Pada malam Minggu,
mereka pulang dan tidur di
rumah masing-masing," ujar
Komisaris Polisi Iwan Siswanto
kepada penyidik Divisi Profesi
Markas Besar Kepolisian,
seperti dituturkan sejumlah
sumber Tempo.
Sejak Mei hingga dua pekan
lalu, Iwan adalah kepala
rumah tahanan yang
merupakan cabang Jakarta
Pusat itu. Kini kariernya di
ujung tanduk, setelah Gayus
Halomoan Tambunan,
tersangka yang menghuni
tahanan itu, diketahui berada
di luar sel-ketahuan
menonton tenis di Bali, 1.200
kilometer dari Kelapa Dua!
Rabu pekan lalu, Iwan dan
delapan anak buahnya
ditetapkan sebagai tersangka
kasus penyuapan oleh Gayus.
Ia diduga menerima ratusan
juta rupiah untuk meloloskan
pegawai golongan IIIa
Direktorat Pajak Departemen
Keuangan itu. Ia diperiksa
setiap hari, dari siang hingga
subuh. "Sampai tidak sanggup
menjawab pertanyaan lagi,"
kata penasihat hukumnya,
Berlin Parlindungan.
Kepada penyidik Divisi Profesi
dan Pengamanan, Iwan
berterus terang. Menurut dia,
Gayus bukan satu-satunya
tahanan yang menyogok
untuk bisa berkeliaran di luar
penjara. Lalu ia
mengungkapkan situasi
tahanan pada Sabtu malam
yang ditinggalkan
penghuninya itu.
Rumah tahanan ini berada di
bagian belakang kompleks
Markas Komando Brimob,
pasukan semimiliter kepolisian.
Ada dua akses menuju ke sini,
melalui pintu utama yang
dijaga ketat atau jalan asrama
yang relatif longgar. Aulia
Pohan, mantan Deputi
Gubernur Bank Indonesia,
menghabiskan sebagian besar
masa hukumannya sebagai
terpidana kasus korupsi
Yayasan Pengembangan
Perbankan Indonesia di
tahanan ini.
Kompleks tahanan dibagi
menjadi tiga blok. Blok A
dihuni para tersangka teroris
yang ditangkap di Aceh. Di
Blok B ada Komisaris Jenderal
Susno Duadji, terdakwa kasus
suap penanganan masalah
hukum PT Salmah Arowana
Lestari. Lalu Komisaris Besar
Williardi Wizar, terpidana
kasus pembunuhan Direktur
PT Putra Rajawali Banjaran
Nasrudin Zulkarnaen.
Dihukum 12 tahun penjara,
Williardi mengajukan
peninjauan kembali kasusnya
ke Mahkamah Agung. Muchdi
Purwoprandjono juga ditahan
di sini, ketika menjadi
terdakwa kasus pembunuhan
aktivis Munir, sebelum
dibebaskan pengadilan.
Gayus Tambunan menghuni
Blok C. Di blok ini pula Aulia
Pohan menjalani masa
hukuman. Blok ini pernah
dihuni jaksa Urip Tri Gunawan,
Hamka Yandhu, dan Antony
Zeidra Abidin. Sebagian besar
tahanan titipan Komisi
Pemberantasan Korupsi.
Peraturan rumah tahanan
dibuat sangat kaku. Dalam
sepekan, tahanan hanya
boleh dijenguk dua jam pada
Selasa dan Jumat. Telepon
seluler pengunjung harus
ditinggal di pos penjagaan
pintu masuk rumah tahanan.
Namun itu hanya peraturan di
atas kertas. Seorang kerabat
tahanan bercerita, tahanan
Kelapa Dua jauh dari kesan
angker. Penjaganya tak
berseragam. Penghuninya
bebas berkeliaran di kompleks
sekitarnya, kecuali tersangka
teroris yang selnya selalu
terkunci dan dijaga ketat.
"Malah ada terdakwa korupsi
yang selalu asyik merokok di
lapangan parkir," ujarnya.
Penghuni tahanan Blok B,
yang selnya dilengkapi kasur
pegas dan mesin penyejuk
udara, bisa menghirup udara
bebas di luar sel. Menurut
Berlin, kliennya mengizinkan
Susno dan Williardi keluar
rumah tahanan. "Tapi cuma
sesekali, tidak sesering Gayus,"
katanya.
Berlin mengatakan kliennya
menerima uang Rp 10 juta
dari Susno dan Rp 15 juta dari
Williardi. Menurut dia, Iwan
tak keras kepada Susno dan
Williardi karena
menganggapnya satu korps.
Apalagi Iwan sebenarnya
bekas bawahan Susno di
Badan Reserse Kriminal
Markas Besar Kepolisian. Ia
analis muda di Badan Reserse.
Lewat Iwan, delapan penjaga
tahanan juga menerima satu
kantong kresek berisi bahan
kebutuhan pokok seperti
minyak goreng, gula, kopi,
dan teh. "Sembako dari
Komjen Susno Duadji, terima
saja buat istri kalian," kata
seorang brigadir satu,
menirukan perintah Iwan
kepada pemeriksa Divisi
Profesi.
Empat polisi berpangkat
brigadir satu dan empat
brigadir dua bergantian
membuka gerendel gerbang
rumah tahanan. Mereka
mengantar Susno ke mobil
Toyota Alphard hitam yang
menanti di lapangan parkir
setiap Sabtu selepas salat
magrib. Tanpa dikawal, Susno
pulang ke rumahnya. Ia baru
kembali ke sel B4 pada esok
harinya. Kebiasaan setiap
akhir pekan itu mulai dijalani
jenderal bintang tiga tersebut
sejak pertengahan bulan
puasa, Agustus lalu.
Pengacara Susno, Henry
Yosodiningrat, membantah
keras. "Selama ditahan, Pak
Susno tak pernah sekali pun
pulang ke rumah," katanya.
Henry menegaskan Susno
hanya keluar rumah tahanan
untuk cabut gigi di rumah
sakit dan beberapa kali
kontrol ke dokter gigi.
Soal pemberian uang kepada
Iwan Siswanto, Henry
membenarkan kliennya
mengeluarkan duit Rp 10 juta.
Menurut Henry, Susno minta
uang itu dibagikan ke semua
penjaga sebagai tunjangan
hari raya pada Lebaran lalu.
"Pak Susno hanya mau
berterima kasih karena sering
minta tolong ini-itu kepada
mereka," kata Henry.
Setali tiga uang dengan
Williardi Wizar. Ia cuma ada di
rumah tahanan pada Senin
dan Rabu. Seorang bintara
penjaga rumah tahanan
mengatakan hampir setiap
hari mantan Kepala Kepolisian
Resor Jakarta Selatan itu
dijemput di pelataran parkir
oleh sopir pribadinya. Menaiki
Toyota Avanza hitam, Williardi
menghilang.
Pengacara Williardi, Santrawan
T. Paparang, meragukan
keterangan penjaga tersebut.
"Penjagaan rumah tahanan itu
kan sangat ketat, mana bisa
bebas keluar?" ujarnya.
Santrawan berencana segera
menemui Williardi untuk
membahas pengakuan dari
para penjaga rumah tahanan
tersebut.
Demi menutupi kongkalikong
itu, Iwan membuat laporan
palsu ke Kepala Badan
Reserse Kriminal. "Seakan-
akan semua tahanan ada,"
ujarnya kepada pemeriksa.
Adapun para penjaga yang
berasal dari satuan
pengamanan protokol Mabes
Kepolisian juga tutup mulut
jika ditanya atasannya, Ajun
Komisaris Besar Adi Pandi
Harianto. "Ini urusan dalam,
jangan sampai dibawa keluar,"
kata Iwan, seperti ditirukan
satu dari delapan bintara
penjaga kepada penyidik.
Ketua Presidium Indonesia
Police Watch Neta Pane
melihat permainan uang buat
mendapatkan perlakuan
istimewa sudah bertahun-
tahun terjadi di Kelapa Dua.
Ketika tahanan keluar bui
dengan pengawalan pun, kata
dia, polisi penjaga dan
pesakitannya berpisah di jalan.
Pengelolaan rumah tahanan
ini tak terlalu mendapat
perhatian Korps Brigade
Mobil. Alasannya, secara
struktur di bawah Satuan
Pelayanan Markas Kepolisian.
"Mereka cuma ketempatan,"
kata Kepala Biro Penerangan
Masyarakat Kepolisian Brigadir
Jenderal I Ketut Untung Yoga
Ana.
Ia menjelaskan, penyelidikan
ada kemungkinan hanya akan
berhenti di kepala rumah
tahanan dan delapan anak
buahnya. "Menurut Iwan,
uang dipegang sendiri dan
tidak mengalir ke mana-
mana."
Meskipun ada pengakuan soal
Susno dan Williardi yang main
mata dengan para sipir,
penyidik kepolisian tampak
enggan menelusuri. Sejauh ini
Yoga belum mendengar
adanya pelanggaran aturan
oleh keduanya. "Untuk
sementara, kami fokus ke
Gayus," kata Yoga.
Menurut Yoga, para tahanan
di Kelapa Dua memang diberi
kelonggaran dibesuk atau
memeriksakan kesehatan
karena mereka belum terbukti
bersalah. Tahanan, kata Yoga,
boleh berkeliaran di dalam
kompleks rumah tahanan
karena tak perlu sepanjang
waktu mendekam di selnya.
"Mereka tidak perlu diikat
seperti kerbau."
Oktamandjaya Wiguna,
Dianing Sari
Yang Mampir di Kelapa Dua
Rumah Tahanan Markas
Korps Brigade Mobil
Kepolisian Kelapa Dua,
Depok, Jawa Barat, awalnya
dibuat sebagai penjara para
polisi bermasalah. Belakangan
tersangka kasus terorisme dan
korupsi juga menghuninya.
Dua pemimpin Komisi
Pemberantasan Korupsi, Bibit
Samad Rianto dan Chandra
M. Hamzah, juga pernah
ditahan di sini. Berikut ini
mereka yang sempat ditahan
di rumah tahanan tersebut.
Aulia Pohan dan Maman
Sumantri (kasus korupsi
dana Bank Indonesia di
Yayasan Pengembangan
Perbankan Indonesia)
Mayor Jenderal
(Purnawirawan) Muchdi
Purwoprandjono (kasus
pembunuhan aktivis hak
asasi manusia Munir)
Mantan anggota DPR, Udju
Juhaeri dan Hamka
Yandhu (Kasus suap
pemilihan Deputi Gubernur
Senior Bank Indonesia
Miranda S. Goeltom)
Mantan jaksa Urip Tri
Gunawan (kasus suap
dalam penangangan
penyalahgunaan Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia)
Mantan Kepala Badan
Reserse Kriminal Kepolisian
Komisaris Jenderal
Suyitno Landung dan
mantan Direktur Ekonomi
Khusus Badan Reserse
Kriminal Brigadir Jenderal
Samuel Ismoko (kasus suap
pembobolan BNI)
Mantan Duta Besar RI di
Malaysia (juga mantan
Kepala Kepolisian RI)
Jenderal Rusdihardjo
(kasus pungutan liar di
Kedutaan Besar RI di
Malaysia)
kasus korupsi, Rumah
Tahanan Brigade Mobil
Kepolisian di Kelapa Dua,
Depok, Jawa Barat, bagaikan
asrama. "Pada malam Minggu,
mereka pulang dan tidur di
rumah masing-masing," ujar
Komisaris Polisi Iwan Siswanto
kepada penyidik Divisi Profesi
Markas Besar Kepolisian,
seperti dituturkan sejumlah
sumber Tempo.
Sejak Mei hingga dua pekan
lalu, Iwan adalah kepala
rumah tahanan yang
merupakan cabang Jakarta
Pusat itu. Kini kariernya di
ujung tanduk, setelah Gayus
Halomoan Tambunan,
tersangka yang menghuni
tahanan itu, diketahui berada
di luar sel-ketahuan
menonton tenis di Bali, 1.200
kilometer dari Kelapa Dua!
Rabu pekan lalu, Iwan dan
delapan anak buahnya
ditetapkan sebagai tersangka
kasus penyuapan oleh Gayus.
Ia diduga menerima ratusan
juta rupiah untuk meloloskan
pegawai golongan IIIa
Direktorat Pajak Departemen
Keuangan itu. Ia diperiksa
setiap hari, dari siang hingga
subuh. "Sampai tidak sanggup
menjawab pertanyaan lagi,"
kata penasihat hukumnya,
Berlin Parlindungan.
Kepada penyidik Divisi Profesi
dan Pengamanan, Iwan
berterus terang. Menurut dia,
Gayus bukan satu-satunya
tahanan yang menyogok
untuk bisa berkeliaran di luar
penjara. Lalu ia
mengungkapkan situasi
tahanan pada Sabtu malam
yang ditinggalkan
penghuninya itu.
Rumah tahanan ini berada di
bagian belakang kompleks
Markas Komando Brimob,
pasukan semimiliter kepolisian.
Ada dua akses menuju ke sini,
melalui pintu utama yang
dijaga ketat atau jalan asrama
yang relatif longgar. Aulia
Pohan, mantan Deputi
Gubernur Bank Indonesia,
menghabiskan sebagian besar
masa hukumannya sebagai
terpidana kasus korupsi
Yayasan Pengembangan
Perbankan Indonesia di
tahanan ini.
Kompleks tahanan dibagi
menjadi tiga blok. Blok A
dihuni para tersangka teroris
yang ditangkap di Aceh. Di
Blok B ada Komisaris Jenderal
Susno Duadji, terdakwa kasus
suap penanganan masalah
hukum PT Salmah Arowana
Lestari. Lalu Komisaris Besar
Williardi Wizar, terpidana
kasus pembunuhan Direktur
PT Putra Rajawali Banjaran
Nasrudin Zulkarnaen.
Dihukum 12 tahun penjara,
Williardi mengajukan
peninjauan kembali kasusnya
ke Mahkamah Agung. Muchdi
Purwoprandjono juga ditahan
di sini, ketika menjadi
terdakwa kasus pembunuhan
aktivis Munir, sebelum
dibebaskan pengadilan.
Gayus Tambunan menghuni
Blok C. Di blok ini pula Aulia
Pohan menjalani masa
hukuman. Blok ini pernah
dihuni jaksa Urip Tri Gunawan,
Hamka Yandhu, dan Antony
Zeidra Abidin. Sebagian besar
tahanan titipan Komisi
Pemberantasan Korupsi.
Peraturan rumah tahanan
dibuat sangat kaku. Dalam
sepekan, tahanan hanya
boleh dijenguk dua jam pada
Selasa dan Jumat. Telepon
seluler pengunjung harus
ditinggal di pos penjagaan
pintu masuk rumah tahanan.
Namun itu hanya peraturan di
atas kertas. Seorang kerabat
tahanan bercerita, tahanan
Kelapa Dua jauh dari kesan
angker. Penjaganya tak
berseragam. Penghuninya
bebas berkeliaran di kompleks
sekitarnya, kecuali tersangka
teroris yang selnya selalu
terkunci dan dijaga ketat.
"Malah ada terdakwa korupsi
yang selalu asyik merokok di
lapangan parkir," ujarnya.
Penghuni tahanan Blok B,
yang selnya dilengkapi kasur
pegas dan mesin penyejuk
udara, bisa menghirup udara
bebas di luar sel. Menurut
Berlin, kliennya mengizinkan
Susno dan Williardi keluar
rumah tahanan. "Tapi cuma
sesekali, tidak sesering Gayus,"
katanya.
Berlin mengatakan kliennya
menerima uang Rp 10 juta
dari Susno dan Rp 15 juta dari
Williardi. Menurut dia, Iwan
tak keras kepada Susno dan
Williardi karena
menganggapnya satu korps.
Apalagi Iwan sebenarnya
bekas bawahan Susno di
Badan Reserse Kriminal
Markas Besar Kepolisian. Ia
analis muda di Badan Reserse.
Lewat Iwan, delapan penjaga
tahanan juga menerima satu
kantong kresek berisi bahan
kebutuhan pokok seperti
minyak goreng, gula, kopi,
dan teh. "Sembako dari
Komjen Susno Duadji, terima
saja buat istri kalian," kata
seorang brigadir satu,
menirukan perintah Iwan
kepada pemeriksa Divisi
Profesi.
Empat polisi berpangkat
brigadir satu dan empat
brigadir dua bergantian
membuka gerendel gerbang
rumah tahanan. Mereka
mengantar Susno ke mobil
Toyota Alphard hitam yang
menanti di lapangan parkir
setiap Sabtu selepas salat
magrib. Tanpa dikawal, Susno
pulang ke rumahnya. Ia baru
kembali ke sel B4 pada esok
harinya. Kebiasaan setiap
akhir pekan itu mulai dijalani
jenderal bintang tiga tersebut
sejak pertengahan bulan
puasa, Agustus lalu.
Pengacara Susno, Henry
Yosodiningrat, membantah
keras. "Selama ditahan, Pak
Susno tak pernah sekali pun
pulang ke rumah," katanya.
Henry menegaskan Susno
hanya keluar rumah tahanan
untuk cabut gigi di rumah
sakit dan beberapa kali
kontrol ke dokter gigi.
Soal pemberian uang kepada
Iwan Siswanto, Henry
membenarkan kliennya
mengeluarkan duit Rp 10 juta.
Menurut Henry, Susno minta
uang itu dibagikan ke semua
penjaga sebagai tunjangan
hari raya pada Lebaran lalu.
"Pak Susno hanya mau
berterima kasih karena sering
minta tolong ini-itu kepada
mereka," kata Henry.
Setali tiga uang dengan
Williardi Wizar. Ia cuma ada di
rumah tahanan pada Senin
dan Rabu. Seorang bintara
penjaga rumah tahanan
mengatakan hampir setiap
hari mantan Kepala Kepolisian
Resor Jakarta Selatan itu
dijemput di pelataran parkir
oleh sopir pribadinya. Menaiki
Toyota Avanza hitam, Williardi
menghilang.
Pengacara Williardi, Santrawan
T. Paparang, meragukan
keterangan penjaga tersebut.
"Penjagaan rumah tahanan itu
kan sangat ketat, mana bisa
bebas keluar?" ujarnya.
Santrawan berencana segera
menemui Williardi untuk
membahas pengakuan dari
para penjaga rumah tahanan
tersebut.
Demi menutupi kongkalikong
itu, Iwan membuat laporan
palsu ke Kepala Badan
Reserse Kriminal. "Seakan-
akan semua tahanan ada,"
ujarnya kepada pemeriksa.
Adapun para penjaga yang
berasal dari satuan
pengamanan protokol Mabes
Kepolisian juga tutup mulut
jika ditanya atasannya, Ajun
Komisaris Besar Adi Pandi
Harianto. "Ini urusan dalam,
jangan sampai dibawa keluar,"
kata Iwan, seperti ditirukan
satu dari delapan bintara
penjaga kepada penyidik.
Ketua Presidium Indonesia
Police Watch Neta Pane
melihat permainan uang buat
mendapatkan perlakuan
istimewa sudah bertahun-
tahun terjadi di Kelapa Dua.
Ketika tahanan keluar bui
dengan pengawalan pun, kata
dia, polisi penjaga dan
pesakitannya berpisah di jalan.
Pengelolaan rumah tahanan
ini tak terlalu mendapat
perhatian Korps Brigade
Mobil. Alasannya, secara
struktur di bawah Satuan
Pelayanan Markas Kepolisian.
"Mereka cuma ketempatan,"
kata Kepala Biro Penerangan
Masyarakat Kepolisian Brigadir
Jenderal I Ketut Untung Yoga
Ana.
Ia menjelaskan, penyelidikan
ada kemungkinan hanya akan
berhenti di kepala rumah
tahanan dan delapan anak
buahnya. "Menurut Iwan,
uang dipegang sendiri dan
tidak mengalir ke mana-
mana."
Meskipun ada pengakuan soal
Susno dan Williardi yang main
mata dengan para sipir,
penyidik kepolisian tampak
enggan menelusuri. Sejauh ini
Yoga belum mendengar
adanya pelanggaran aturan
oleh keduanya. "Untuk
sementara, kami fokus ke
Gayus," kata Yoga.
Menurut Yoga, para tahanan
di Kelapa Dua memang diberi
kelonggaran dibesuk atau
memeriksakan kesehatan
karena mereka belum terbukti
bersalah. Tahanan, kata Yoga,
boleh berkeliaran di dalam
kompleks rumah tahanan
karena tak perlu sepanjang
waktu mendekam di selnya.
"Mereka tidak perlu diikat
seperti kerbau."
Oktamandjaya Wiguna,
Dianing Sari
Yang Mampir di Kelapa Dua
Rumah Tahanan Markas
Korps Brigade Mobil
Kepolisian Kelapa Dua,
Depok, Jawa Barat, awalnya
dibuat sebagai penjara para
polisi bermasalah. Belakangan
tersangka kasus terorisme dan
korupsi juga menghuninya.
Dua pemimpin Komisi
Pemberantasan Korupsi, Bibit
Samad Rianto dan Chandra
M. Hamzah, juga pernah
ditahan di sini. Berikut ini
mereka yang sempat ditahan
di rumah tahanan tersebut.
Aulia Pohan dan Maman
Sumantri (kasus korupsi
dana Bank Indonesia di
Yayasan Pengembangan
Perbankan Indonesia)
Mayor Jenderal
(Purnawirawan) Muchdi
Purwoprandjono (kasus
pembunuhan aktivis hak
asasi manusia Munir)
Mantan anggota DPR, Udju
Juhaeri dan Hamka
Yandhu (Kasus suap
pemilihan Deputi Gubernur
Senior Bank Indonesia
Miranda S. Goeltom)
Mantan jaksa Urip Tri
Gunawan (kasus suap
dalam penangangan
penyalahgunaan Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia)
Mantan Kepala Badan
Reserse Kriminal Kepolisian
Komisaris Jenderal
Suyitno Landung dan
mantan Direktur Ekonomi
Khusus Badan Reserse
Kriminal Brigadir Jenderal
Samuel Ismoko (kasus suap
pembobolan BNI)
Mantan Duta Besar RI di
Malaysia (juga mantan
Kepala Kepolisian RI)
Jenderal Rusdihardjo
(kasus pungutan liar di
Kedutaan Besar RI di
Malaysia)
Comments
Post a Comment
silahkan berkomentar kawan !