Soekarno,CIA,dan skandal freeport
Bermula dari
memburuknya
hubungan Soekarno
dengan Belanda, disusul dengan
usaha pembunuhan atas
Soekarno (Soekarno menuduh
Belanda sebagai dalang usaha
pembunuhan atas dirinya),
Soekarno mengeluarkan
kebijakan nasionalisasi aset
kemudian menyita semua
kepemilikan usaha Belanda.
Tentu kebijakan ini merugikan
kepentingan bisnis Amerika,
apalagi salah satu perusahaan
Amerika, Freeport Sulphur
Company, sudah teken kontrak
untuk mengeksplorasi kekayaan
alam Papua (baca: Freeport).
CIA tidak tinggal diam, setelah
gagal membentuk pemerintahan
Pro-Barat melalui pemilu Tahun
1958, Deputy Direktur
Perencanaan CIA, Frank Wisner,
menggelar Operasi Hike. Operasi
yang bertujuan membentuk
tentara bayaran. Terdiri dari
puluhan ribu warga Indonesia
yang dipersenjatai dengan
harapan dapat menggulingkan
pemerintahan Soekarno.
Selain kegiatan paramiliter, CIA
juga melancarkan perang
psikologis untuk mendiskreditkan
Soekarno, seperti menyebar isu
bahwa Soekarno telah dirayu
oleh seorang pramugari Soviet.
Untuk itu, Sheffield Edwards,
Kepala Keamanan CIA, meminta
Kepala Kepolisian Los Angeles
untuk membantu pembuatan
film porno untuk melawan
Sukarno, seolah-olah
menunjukkan Sukarno-lah
pelakunya. Pihak lain yang
terlibat dalam upaya ini adalah
Robert Maheu, Bing Crosby dan
saudaranya.
CIA berusaha mempertahankan
keberlangsungan program ini,
tapi salah satu 'tentara bayaran'
tertangkap saat akan melakukan
pemboman. Semua bukti
menjurus kepada keterlibatan
CIA tak terbantahkan. Namun
CIA tetap mengelak. Soekarno
tidak gentar, dia menggalang
semua kekuatan yang setia
kepadanya dan menghancurkan
semua pemberontakan yang
didukung oleh CIA.
Ketika masa pemerintahan
Kennedy, Amerika punya
kebijakan lain. Dasar pijakannya
adalah, Kennedy berpandangan
bahwa akrabnya Soekarno
dengan Komunis lebih
disebabkan karena Soekarno
membutuhkan bantuan senjata
dan ekonomi. Bukan karena
Soekarno memang seorang
Komunis. Terbukti pada tahun
1948 Soekarno memadamkan
pemberontakan komunis.
Bahkan Departemen Luar Negeri
di Amerika Serikat mengakui
bahwa Sukarno lebih nasionalis
ketimbang Komunis.
Namun sengketa Irian Barat
menimbulkan dilema bagi
Amerika. Satu sisi Belanda
adalah sekutu dekat, di sisi lain
Amerika pun tengah berusaha
menggandeng Indonesia.
Akhirnya, Kennedy menekan
Belanda di belakang layar untuk
mundur dari Irian Barat. Belanda
pun mundur. Mundurnya
Belanda membuat perjanjian
kerjasama Freeport dengan East
Borneo Company mentah
kembali. Freeport semakin
marah begitu mengetahui
Kennedy juga akan memberikan
bantuan 11 juta Dollar kepada
Indonesia.
Menurut banyak pihak, peristiwa
pembunuhan Kennedy tidak
lepas dari kebijakan-kebijakan
Kennedy yang tidak mewakili
kepentingan kaum globalis.
Hingga pada masa Johnson
tahun 1963, semua berbalik 180
derajat. Johnson mengurangi
program bantuan atas Indonesia.
Salah seorang tokoh di belakang
keberhasilan Johnson, termasuk
dalam kampanye pemilihan
presiden AS tahun 1964, adalah
Augustus C.Long, salah seorang
anggota dewan direksi Freeport
(perusahaan yang gagal
mengeksplorasi papua) yang
terpukul dengan kebijakan
Soekarno dimana 60% laba
perminyakan harus diserahkan
kepada Indonesia.
Perlu kita ketahui, Augustus
C.Long adalah orang yang punya
pengaruh di Amerika kala itu.
Selain dekat dengan CIA dan
tokoh Globalis berpengaruh ,
Rockefeller, dia juga pernah
menjabat posisi strategis dalam
pemerintahan Amerika sebagai
anggota dewan penasehat
intelejen kepresidenan AS untuk
masalah luar negeri. Badan ini
memiliki pengaruh sangat besar
untuk menentukan operasi
rahasia AS di negara-negara
tertentu. Dan Long diyakini
sebagai salah satu tokoh yang
merancang kudeta terhadap
Soekarno.
Hingga pada akhirnya Soekarno
lengser dan Indonesia dipimpin
oleh Soeharto. Tentu saja
peristiwa ini terjadi atas rekayasa
Amerika.
Naiknya Soeharto ke tampuk
pimpinan membuat Freeport
Sulphur Company bernapas
lega. ketika UU no 1/1967
tentang Penanaman Modal Asing
(PMA) yang draftnya dirancang
di Jenewa-Swiss, dan didektekan
oleh Rockefeller, disahkan tahun
1967, maka perusahaan asing
pertama yang kontraknya
ditandatangani Suharto adalah
Freeport Sulphur Company!
Inilah kali pertama kontrak
pertambangan yang baru dibuat.
Jika di zaman Soekarno kontrak-
kontrak dengan perusahaan
asing selalu menguntungkan
Indonesia, maka sejak Suharto
berkuasa, kontrak-kontrak
seperti itu malah merugikan
Indonesia.
Berikut diantara kerugian-
kerugian yang tercatat dalam
perjanjian (dikutip dari
eramuslim.com) :
Perusahaan yang digunakan
adalah Freeport Indonesia
Incorporated, yakni sebuah
perusahaan yang terdaftar di
Delaware, Amerika Serikat, dan
tunduk pada hukum Amerika
Serikat. Dengan lain perkataan,
perusahaan ini merupakan
perusahaan asing, dan tidak
tunduk pada hukum Indonesia.
Tidak ada kewajiban bagi
Freeport untuk melakukan
community development.
Akibatnya, keberadaan Freeport
di Irian Jaya tidak memberi
dampak positif secara langsung
terhadap masyarakat setempat.
Pada waktu itu, pertambangan
tembaga di Pulau Bougenville
harus dihentikan operasinya
karena gejolak sosial.
Pengaturan perpajakan sama
sekali tidak sesuai dengan
pengaturan dalam UU
Perpajakan yang berlaku, baik
jenis pajak maupun strukturnya.
Demikian juga dengan
pengaturan dan tarif depresiasi
yang diberlakukan. Misalnya
Freeport tidak wajib membayar
PBB atau PPN.
memburuknya
hubungan Soekarno
dengan Belanda, disusul dengan
usaha pembunuhan atas
Soekarno (Soekarno menuduh
Belanda sebagai dalang usaha
pembunuhan atas dirinya),
Soekarno mengeluarkan
kebijakan nasionalisasi aset
kemudian menyita semua
kepemilikan usaha Belanda.
Tentu kebijakan ini merugikan
kepentingan bisnis Amerika,
apalagi salah satu perusahaan
Amerika, Freeport Sulphur
Company, sudah teken kontrak
untuk mengeksplorasi kekayaan
alam Papua (baca: Freeport).
CIA tidak tinggal diam, setelah
gagal membentuk pemerintahan
Pro-Barat melalui pemilu Tahun
1958, Deputy Direktur
Perencanaan CIA, Frank Wisner,
menggelar Operasi Hike. Operasi
yang bertujuan membentuk
tentara bayaran. Terdiri dari
puluhan ribu warga Indonesia
yang dipersenjatai dengan
harapan dapat menggulingkan
pemerintahan Soekarno.
Selain kegiatan paramiliter, CIA
juga melancarkan perang
psikologis untuk mendiskreditkan
Soekarno, seperti menyebar isu
bahwa Soekarno telah dirayu
oleh seorang pramugari Soviet.
Untuk itu, Sheffield Edwards,
Kepala Keamanan CIA, meminta
Kepala Kepolisian Los Angeles
untuk membantu pembuatan
film porno untuk melawan
Sukarno, seolah-olah
menunjukkan Sukarno-lah
pelakunya. Pihak lain yang
terlibat dalam upaya ini adalah
Robert Maheu, Bing Crosby dan
saudaranya.
CIA berusaha mempertahankan
keberlangsungan program ini,
tapi salah satu 'tentara bayaran'
tertangkap saat akan melakukan
pemboman. Semua bukti
menjurus kepada keterlibatan
CIA tak terbantahkan. Namun
CIA tetap mengelak. Soekarno
tidak gentar, dia menggalang
semua kekuatan yang setia
kepadanya dan menghancurkan
semua pemberontakan yang
didukung oleh CIA.
Ketika masa pemerintahan
Kennedy, Amerika punya
kebijakan lain. Dasar pijakannya
adalah, Kennedy berpandangan
bahwa akrabnya Soekarno
dengan Komunis lebih
disebabkan karena Soekarno
membutuhkan bantuan senjata
dan ekonomi. Bukan karena
Soekarno memang seorang
Komunis. Terbukti pada tahun
1948 Soekarno memadamkan
pemberontakan komunis.
Bahkan Departemen Luar Negeri
di Amerika Serikat mengakui
bahwa Sukarno lebih nasionalis
ketimbang Komunis.
Namun sengketa Irian Barat
menimbulkan dilema bagi
Amerika. Satu sisi Belanda
adalah sekutu dekat, di sisi lain
Amerika pun tengah berusaha
menggandeng Indonesia.
Akhirnya, Kennedy menekan
Belanda di belakang layar untuk
mundur dari Irian Barat. Belanda
pun mundur. Mundurnya
Belanda membuat perjanjian
kerjasama Freeport dengan East
Borneo Company mentah
kembali. Freeport semakin
marah begitu mengetahui
Kennedy juga akan memberikan
bantuan 11 juta Dollar kepada
Indonesia.
Menurut banyak pihak, peristiwa
pembunuhan Kennedy tidak
lepas dari kebijakan-kebijakan
Kennedy yang tidak mewakili
kepentingan kaum globalis.
Hingga pada masa Johnson
tahun 1963, semua berbalik 180
derajat. Johnson mengurangi
program bantuan atas Indonesia.
Salah seorang tokoh di belakang
keberhasilan Johnson, termasuk
dalam kampanye pemilihan
presiden AS tahun 1964, adalah
Augustus C.Long, salah seorang
anggota dewan direksi Freeport
(perusahaan yang gagal
mengeksplorasi papua) yang
terpukul dengan kebijakan
Soekarno dimana 60% laba
perminyakan harus diserahkan
kepada Indonesia.
Perlu kita ketahui, Augustus
C.Long adalah orang yang punya
pengaruh di Amerika kala itu.
Selain dekat dengan CIA dan
tokoh Globalis berpengaruh ,
Rockefeller, dia juga pernah
menjabat posisi strategis dalam
pemerintahan Amerika sebagai
anggota dewan penasehat
intelejen kepresidenan AS untuk
masalah luar negeri. Badan ini
memiliki pengaruh sangat besar
untuk menentukan operasi
rahasia AS di negara-negara
tertentu. Dan Long diyakini
sebagai salah satu tokoh yang
merancang kudeta terhadap
Soekarno.
Hingga pada akhirnya Soekarno
lengser dan Indonesia dipimpin
oleh Soeharto. Tentu saja
peristiwa ini terjadi atas rekayasa
Amerika.
Naiknya Soeharto ke tampuk
pimpinan membuat Freeport
Sulphur Company bernapas
lega. ketika UU no 1/1967
tentang Penanaman Modal Asing
(PMA) yang draftnya dirancang
di Jenewa-Swiss, dan didektekan
oleh Rockefeller, disahkan tahun
1967, maka perusahaan asing
pertama yang kontraknya
ditandatangani Suharto adalah
Freeport Sulphur Company!
Inilah kali pertama kontrak
pertambangan yang baru dibuat.
Jika di zaman Soekarno kontrak-
kontrak dengan perusahaan
asing selalu menguntungkan
Indonesia, maka sejak Suharto
berkuasa, kontrak-kontrak
seperti itu malah merugikan
Indonesia.
Berikut diantara kerugian-
kerugian yang tercatat dalam
perjanjian (dikutip dari
eramuslim.com) :
Perusahaan yang digunakan
adalah Freeport Indonesia
Incorporated, yakni sebuah
perusahaan yang terdaftar di
Delaware, Amerika Serikat, dan
tunduk pada hukum Amerika
Serikat. Dengan lain perkataan,
perusahaan ini merupakan
perusahaan asing, dan tidak
tunduk pada hukum Indonesia.
Tidak ada kewajiban bagi
Freeport untuk melakukan
community development.
Akibatnya, keberadaan Freeport
di Irian Jaya tidak memberi
dampak positif secara langsung
terhadap masyarakat setempat.
Pada waktu itu, pertambangan
tembaga di Pulau Bougenville
harus dihentikan operasinya
karena gejolak sosial.
Pengaturan perpajakan sama
sekali tidak sesuai dengan
pengaturan dalam UU
Perpajakan yang berlaku, baik
jenis pajak maupun strukturnya.
Demikian juga dengan
pengaturan dan tarif depresiasi
yang diberlakukan. Misalnya
Freeport tidak wajib membayar
PBB atau PPN.
Comments
Post a Comment
silahkan berkomentar kawan !