COLOMBUS BUKAN PENEMU BENUA AMERIKA
Jika Anda mengunjungi
Washington DC, datanglah ke
Perpustakaan Kongres (Library of
Congress). Lantas, mintalah arsip
perjanjian pemerintah Amerika
Serikat dengan suku Cherokee,
salah satu suku Indian, tahun
1787. Di sana akan ditemukan
tanda tangan Kepala Suku
Cherokee saat itu, bernama
AbdeKhak dan Muhammad Ibnu
Abdullah.
Isi perjanjian itu antara lain
adalah hak suku Cherokee
untuk melangsungkan
keberadaannya dalam
perdagangan, perkapalan, dan
bentuk pemerintahan suku
cherokee yang saat itu
berdasarkan hukum Islam. Lebih
lanjut, akan ditemukan
kebiasaan berpakaian suku
Cherokee yang menutup aurat
sedangkan kaum laki-lakinya
memakai turban (surban) dan
terusan hingga sebatas lutut.
Cara berpakaian ini dapat
ditemukan dalam foto atau
lukisan suku cherokee yang
diambil gambarnya sebelum
tahun 1832. Kepala suku terakhir
Cherokee sebelum akhirnya
benar-benar punah dari daratan
Amerika adalah seorang Muslim
bernama Ramadan Ibnu Wati.
Berbicara tentang suku
Cherokee, tidak bisa lepas dari
Sequoyah. Ia adalah orang asli
suku cherokee yang
berpendidikan dan
menghidupkan kembali Syllabary
suku mereka pada 1821.
Syllabary adalah semacam
aksara. Jika kita sekarang
mengenal abjad A sampai Z,
maka suku Cherokee memiliki
aksara sendiri.
Yang membuatnya sangat luar
biasa adalah aksara yang
dihidupkan kembali oleh
Sequoyah ini mirip sekali dengan
aksara Arab. Bahkan, beberapa
tulisan masyarakat cherokee
abad ke-7 yang ditemukan
terpahat pada bebatuan di
Nevada sangat mirip dengan
kata ”Muhammad” dalam
bahasa Arab.
Nama-nama suku Indian dan
kepala sukunya yang berasal dari
bahasa Arab tidak hanya
ditemukan pada suku Cherokee
(Shar-kee), tapi juga Anasazi,
Apache, Arawak, Arikana, Chavin
Cree, Makkah, Hohokam, Hupa,
Hopi, Mahigan, Mohawk, Nazca,
Zulu, dan Zuni. Bahkan,
beberapa kepala suku Indian
juga mengenakan tutp kepala
khas orang Islam. Mereka adalah
Kepala Suku Chippewa, Creek,
Iowa, Kansas, Miami,
Potawatomi, Sauk, Fox,
Seminole, Shawnee, Sioux,
Winnebago, dan Yuchi. Hal ini
ditunjukkan pada foto-foto
tahun 1835 dan 1870.
Secara umum, suku-suku Indian
di Amerika juga percaya adanya
Tuhan yang menguasai alam
semesta. Tuhan itu tidak teraba
oleh panca indera. Mereka juga
meyakini, tugas utama manusia
yang diciptakan Tuhan adalah
untuk memuja dan menyembah-
Nya. Seperti penuturan seorang
Kepala Suku Ohiyesa : ”In the
life of the Indian, there was only
inevitable duty-the duty of
prayer-the daily recognition of
the Unseen and the Eternal”.
Bukankah Al-Qur’an juga
memberitakan bahwa tujuan
penciptaan manusia dan jin
semata-mata untuk beribadah
pada Allah (*)
Subhanallah….
Bagaimana bisa Kepala suku
Indian Cheeroke itu muslim?
Sejarahnya panjang,
Semangat orang-orang Islam
dan Cina saat itu untuk
mengenal lebih jauh planet
(tentunya saat itu nama planet
belum terdengar) tempat
tinggalnya selain untuk
melebarkan pengaruh, mencari
jalur perdagangan baru dan
tentu saja memperluas dakwah
Islam mendorong beberapa
pemberani di antara mereka
untuk melintasi area yang masih
dianggap gelap dalam peta-peta
mereka saat itu.
Beberapa nama tetap begitu
kesohor sampai saat ini bahkan
hampir semua orang pernah
mendengarnya sebut saja Tjeng
Ho dan Ibnu Batutta, namun
beberapa lagi hampir-hampir
tidak terdengar dan hanya
tercatat pada buku-buku
akademis.
Para ahli geografi dan intelektual
dari kalangan muslim yang
mencatat perjalanan ke benua
Amerika itu adalah Abul-Hassan
Ali Ibn Al Hussain Al Masudi
(meninggal tahun 957), Al Idrisi
(meninggal tahun 1166), Chihab
Addin Abul Abbas Ahmad bin
Fadhl Al Umari (1300 – 1384)
dan Ibn Battuta (meninggal
tahun 1369).
Menurut catatan ahli sejarah dan
ahli geografi muslim Al Masudi
(871 – 957), Khashkhash Ibn
Saeed Ibn Aswad seorang
navigator muslim dari Cordoba
di Andalusia, telah sampai ke
benua Amerika pada tahun 889
Masehi. Dalam bukunya, ‘Muruj
Adh-dhahab wa Maadin al-
Jawhar’ (The Meadows of Gold
and Quarries of Jewels), Al
Masudi melaporkan bahwa
semasa pemerintahan Khalifah
Spanyol Abdullah Ibn
Muhammad (888 – 912),
Khashkhash Ibn Saeed Ibn
Aswad berlayar dari Delba
(Palos) pada tahun 889,
menyeberangi Lautan Atlantik,
hingga mencapai wilayah yang
belum dikenal yang disebutnya
Ard Majhoola, dan kemudian
kembali dengan membawa
berbagai harta yang
menakjubkan.
Sesudah itu banyak pelayaran
yang dilakukan mengunjungi
daratan di seberang Lautan
Atlantik, yang gelap dan
berkabut itu. Al Masudi juga
menulis buku ‘Akhbar Az Zaman’
yang memuat bahan-bahan
sejarah dari pengembaraan para
pedagang ke Afrika dan Asia.
Dr. Youssef Mroueh juga menulis
bahwa selama pemerintahan
Khalifah Abdul Rahman III
(tahun 929-961) dari dinasti
Umayah, tercatat adanya orang-
orang Islam dari Afrika yang
berlayar juga dari pelabuhan
Delba (Palos) di Spanyol ke barat
menuju ke lautan lepas yang
gelap dan berkabut, Lautan
Atlantik. Mereka berhasil
kembali dengan membawa
barang-barang bernilai yang
diperolehnya dari tanah yang
asing.
Beliau juga menuliskan menurut
catatan ahli sejarah Abu Bakr Ibn
Umar Al-Gutiyya bahwa pada
masa pemerintahan Khalifah
Spanyol, Hisham II (976-1009)
seorang navigator dari Granada
bernama Ibn Farrukh tercatat
meninggalkan pelabuhan Kadesh
pada bulan Februari tahun 999
melintasi Lautan Atlantik dan
mendarat di Gando (Kepulaun
Canary).
Ibn Farrukh berkunjung kepada
Raja Guanariga dan kemudian
melanjutkan ke barat hingga
melihat dua pulau dan
menamakannya Capraria dan
Pluitana. Ibn Farrukh kembali ke
Spanyol pada bulan Mei 999.
Perlayaran melintasi Lautan
Atlantik dari Maroko dicatat juga
oleh penjelajah laut Shaikh Zayn-
eddin Ali bin Fadhel Al-
Mazandarani. Kapalnya berlepas
dari Tarfay di Maroko pada
zaman Sultan Abu-Yacoub Sidi
Youssef (1286 – 1307) raja
keenam dalam dinasti Marinid.
Kapalnya mendarat di pulau
Green di Laut Karibia pada tahun
1291. Menurut Dr. Morueh,
catatan perjalanan ini banyak
dijadikan referensi oleh ilmuwan
Islam.
Sultan-sultan dari kerajaan Mali
di Afrika barat yang beribukota
di Timbuktu, ternyata juga
melakukan perjalanan sendiri
hingga ke benua Amerika.
Sejarawan Chihab Addin Abul-
Abbas Ahmad bin Fadhl Al
Umari (1300 – 1384) memerinci
eksplorasi geografi ini dengan
seksama. Timbuktu yang kini
dilupakan orang, dahulunya
merupakan pusat peradaban,
perpustakaan dan keilmuan yang
maju di Afrika. Ekpedisi
perjalanan darat dan laut
banyak dilakukan orang menuju
Timbuktu atau berawal dari
Timbuktu.
Sultan yang tercatat melanglang
buana hingga ke benua baru
saat itu adalah Sultan Abu Bakari
I (1285 – 1312), saudara dari
Sultan Mansa Kankan Musa
(1312 – 1337), yang telah
melakukan dua kali ekspedisi
melintas Lautan Atlantik hingga
ke Amerika dan bahkan
menyusuri sungai Mississippi.
Sultan Abu Bakari I melakukan
eksplorasi di Amerika tengah dan
utara dengan menyusuri sungai
Mississippi antara tahun
1309-1312. Para eksplorer ini
berbahasa Arab. Dua abad
kemudian, penemuan benua
Amerika diabadikan dalam peta
berwarna Piri Re’isi yang dibuat
tahun 1513, dan
dipersembahkan kepada raja
Ottoman Sultan Selim I tahun
1517. Peta ini menunjukkan
belahan bumi bagian barat,
Amerika selatan dan bahkan
benua Antartika, dengan
penggambaran pesisiran Brasil
secara cukup akurat.
Sequoyah, also known as George
Gist Bukti lainnya adalah,
Columbus sendiri mengetahui
bahwa orang-orang Carib
(Karibia) adalah pengikut Nabi
Muhammad. Dia faham bahwa
orang-orang Islam telah berada
di sana terutama orang-orang
dari Pantai Barat Afrika. Mereka
mendiami Karibia, Amerika Utara
dan Selatan. Namun tidak seperti
Columbus yang ingin menguasai
dan memperbudak rakyat
Amerika. Orang-Orang Islam
datang untuk berdagang dan
bahkan beberapa menikahi
orang-orang pribumi.
Lebih lanjut Columbus mengakui
pada 21 Oktober 1492 dalam
pelayarannya antara Gibara dan
Pantai Kuba melihat sebuah
masjid (berdiri di atas bukit
dengan indahnya menurut
sumber tulisan lain). Sampai saat
ini sisa-sisa reruntuhan masjid
telah ditemukan di Kuba,
Mexico, Texas dan Nevada.
Dan tahukah anda? 2 orang
nahkoda kapal yang dipimpin
oleh Columbus kapten kapal
Pinta dan Nina adalah orang-
orang muslim yaitu dua
bersaudara Martin Alonso
Pinzon dan Vicente Yanex Pinzon
yang masih keluarga dari Sultan
Maroko Abuzayan Muhammad
III (1362). [THACHER,JOHN
BOYD: Christopher Columbus,
New York 1950]
Dan mengapa hanya Columbus
saja yang sampai saat ini dikenal
sebagai penemu benua amerika?
Karena saat terjadi pengusiran
kaum yahudi dari spanyol
sebanyak 300.000 orang yahudi
oleh raja Ferdinand yang Kristen,
kemudian orang-orang yahudi
menggalang dana untuk
pelayaran Columbus dan berita
‘penemuan benua Amerika’
dikirim pertama kali oleh
Christopher Columbus kepada
kawan-kawannya orang Yahudi
di Spanyol.
Pelayaran Columbus ini
nampaknya haus publikasi dan
diperlukan untuk menciptakan
legenda sesuai dengan ‘pesan
sponsor’ Yahudi sang
penyandang dana. Kisah
selanjutnya kita tahu bahwa
media massa dan publikasi
dikuasai oleh orang-orang
Yahudi yang bahkan dibenci oleh
orang-orang seperti Henry Ford
si raja mobil Amerika itu.
Maka tampak ada ketidak-
jujuran dalam menuliskan fakta
sejarah tentang penemuan
benua Amerika. Penyelewengan
sejarah oleh orang-orang Yahudi
yang terjadi sejak pertama kali
mereka bersama-sama orang
Eropa menjejakkan kaki ke
benua Amerika.
Dan tahukah anda? sebenarnya
laksam ana Zheng He atau yang
di Indonesia lebih dikenal
dengan nama laksamana Cheng
Ho adalah penemu benua
amerika pertama, sekitar 70
tahun sebelum Columbus.
Sekitar 70 tahun sebelum
Columbus menancapkan
benderanya di daratan Amerika,
Laksamana Zheng He sudah
lebih dulu datang ke sana. Para
peserta seminar yang
diselenggarakan oleh Royal
Geographical Society di London
beberapa waktu lalu dibuat
terperangah. Adalah seorang
ahli kapal selam dan sejarawan
bernama Gavin Menzies dengan
paparannya dan lantas
mendapat perhatian besar.
Tampil penuh percaya diri,
Menzies menjelaskan teorinya
tentang pelayaran terkenal dari
pelaut mahsyur asal Cina,
Laksamana Zheng He (kita
mengenalnya dengan Ceng Ho-
red). Bersama bukti-bukti yang
ditemukan dari catatan sejarah,
dia lantas berkesimpulan bahwa
pelaut serta navigator ulung dari
masa dinasti Ming itu adalah
penemu awal benua Amerika,
dan bukannya Columbus.
Bahkan menurutnya, Zheng He
‘mengalahkan’ Columbus
dengan rentang waktu sekitar 70
tahun. Apa yang dikemukakan
Menzies tentu membuat
kehebohan lantaran masyarakat
dunia selama ini mengetahui
bahwa Columbus-lah si penemu
benua Amerika pada sekitar
abad ke-15. Pernyataan Menzies
ini dikuatkan dengan sejumlah
bukti sejarah.
Adalah sebuah peta buatan
masa sebelum Columbus
memulai ekspedisinya lengkap
dengan gambar benua Amerika
serta sebuah peta astronomi
milik Zheng He yang
dosodorkannya sebagai barang
bukti itu. Menzies menjadi sangat
yakin setelah meneliti akurasi
benda-benda bersejarah itu.
Cherokee syllabary”Laksana
inilah yang semestinya
dianugerahi gelar sebagai
penemu pertama benua
Amerika,” ujarnya. Menzies
melakukan kajian selama lebih
dari 14 tahun. Ini termasuk
penelitian peta-peta kuno, bukti
artefak dan juga pengembangan
dari teknologi astronomi modern
seperti melalui program software
Starry Night.
Dari bukti-bukti kunci yang bisa
mengubah alur sejarah ini,
Menzies mengatakan bahwa
sebagian besar peta maupun
tulisan navigasi Cina kuno
bersumber pada masa pelayaran
Laksamana Zheng He.
Penjelajahannya hingga
mencapai benua Amerika
mengambil waktu antara tahun
1421 dan 1423. Sebelumnya
armada kapal Zheng He berlayar
menyusuri jalur selatan melewati
Afrika dan sampai ke Amerika
Selatan.
Uraian astronomi pelayaran
Zheng He kira-kira menyebut,
pada larut malam saat terlihat
bintang selatan sekitar tanggal
18 Maret 1421, lokasi berada di
ujung selatan Amerika Selatan.
Hal tersebut kemudian
direkonstruksi ulang
menggunakan software Starry
Night dengan membandingkan
peta pelayaran Zheng He.
“Saya memprogram Starry Night
hingga masa di tahun 1421 serta
bagian dunia yang diperkirakan
pernah dilayari ekspedisi
tersebut,” ungkap Menzies yang
juga ahli navigasi dan mantan
komandan kapal selam angkatan
laut Inggris ini. Dari sini, dia
akhirnya menemukan dua lokasi
berbeda dari pelayaran ini
berkat catatan astronomi
(bintang) ekspedisi Zheng He.
Lantas terjadi pergerakan pada
bintang-bintang ini, sesuai
perputaran serta orientasi bumi
di angkasa. Akibat perputaran
bumi yang kurang sempurna
membuat sumbu bumi seolah
mengukir lingkaran di angkasa
setiap 26 ribu tahun. Fenomena
ini, yang disebut presisi, berarti
tiap titik kutub membidik bintang
berbeda selama waktu berjalan.
Menzies menggunakan software
untuk merekonstruksi posisi
bintang-bintang seperti pada
masa tahun 1421.
“Kita sudah memiliki peta
bintang Cina kuno namun masih
membutuhkan penanggalan
petanya,” kata Menzies. Saat
sedang bingung memikirkan
masalah ini, tiba-tiba
ditemukanlah pemecahannya.
“Dengan kemujuran luar biasa,
salah satu dari tujuan yang
mereka lalui, yakni antara
Sumatra dan Dondra Head,
Srilanka, mengarah ke barat.”
Bagian dari pelayaran tersebut
rupanya sangat dekat dengan
garis katulistiwa di Samudera
Hindia. Adapun Polaris, sang
bintang utara, dan bintang
selatan Canopus, yang dekat
dengan lintang kutub selatan,
tercantum dalam peta. “Dari situ,
kita berhasil menentukan arah
dan letak Polaris. Sehingga
selanjutnya kita bisa memastikan
masa dari peta itu yakni tahun
1421, plus dan minus 30 tahun.”
Sequoyah Atas temuan tersebut,
Phillip Sadler, pakar navigasi dari
Harvard-Smithsonian Center for
Astrophysics, mengatakan
perkiraan dengan menggunakan
peta kuno berdasarkan posisi
bintang amatlah dimungkinkan.
Dia juga sepakat bahwa estimasi
waktu 30 tahun, seperti dalam
pandangan Menzies, juga masuk
akal.
Selama ini, masyarakat dunia
mengetahui kiprah Zheng He
sebagai penjelajah ulung. Dia
terlahir di Kunyang, kota yang
berada di sebelah barat daya
Propinsi Yunan, pada tahun
1371. Keluarganya yang
bernama Ma, adalah bagian dari
warga minoritas Semur. Mereka
berasal dari kawasan Asia
Tengah serta menganut agama
Islam.
Ayah dan kakek Zheng He
diketahui pernah mengadakan
perjalanan haji ke Tanah Suci
Makkah. Sementara Zheng He
sendiri tumbuh besar dengan
banyak mengadakan perjalanan
ke sejumlah wilayah. Ia adalah
Muslim yang taat.
Yunan adalah salah satu wilayah
terakhir pertahanan bangsa
Mongol, yang sudah ada jauh
sebelum masa dinasti Ming. Pada
saat pasukan Ming menguasai
Yunan tahun 1382, Zheng He
turut ditawan dan dibawa ke
Nanjing. Ketika itu dia masih
berusia 11 tahun.
Zheng He pun dijadikan sebagai
pelayan putra mahkota yang
nantinya menjadi kaisar bernama
Yong Le. Nah kaisar inilah yang
memberi nama Zheng He hingga
akhirnya dia menjadi salah satu
panglima laut paling termashyur
di dunia.
Washington DC, datanglah ke
Perpustakaan Kongres (Library of
Congress). Lantas, mintalah arsip
perjanjian pemerintah Amerika
Serikat dengan suku Cherokee,
salah satu suku Indian, tahun
1787. Di sana akan ditemukan
tanda tangan Kepala Suku
Cherokee saat itu, bernama
AbdeKhak dan Muhammad Ibnu
Abdullah.
Isi perjanjian itu antara lain
adalah hak suku Cherokee
untuk melangsungkan
keberadaannya dalam
perdagangan, perkapalan, dan
bentuk pemerintahan suku
cherokee yang saat itu
berdasarkan hukum Islam. Lebih
lanjut, akan ditemukan
kebiasaan berpakaian suku
Cherokee yang menutup aurat
sedangkan kaum laki-lakinya
memakai turban (surban) dan
terusan hingga sebatas lutut.
Cara berpakaian ini dapat
ditemukan dalam foto atau
lukisan suku cherokee yang
diambil gambarnya sebelum
tahun 1832. Kepala suku terakhir
Cherokee sebelum akhirnya
benar-benar punah dari daratan
Amerika adalah seorang Muslim
bernama Ramadan Ibnu Wati.
Berbicara tentang suku
Cherokee, tidak bisa lepas dari
Sequoyah. Ia adalah orang asli
suku cherokee yang
berpendidikan dan
menghidupkan kembali Syllabary
suku mereka pada 1821.
Syllabary adalah semacam
aksara. Jika kita sekarang
mengenal abjad A sampai Z,
maka suku Cherokee memiliki
aksara sendiri.
Yang membuatnya sangat luar
biasa adalah aksara yang
dihidupkan kembali oleh
Sequoyah ini mirip sekali dengan
aksara Arab. Bahkan, beberapa
tulisan masyarakat cherokee
abad ke-7 yang ditemukan
terpahat pada bebatuan di
Nevada sangat mirip dengan
kata ”Muhammad” dalam
bahasa Arab.
Nama-nama suku Indian dan
kepala sukunya yang berasal dari
bahasa Arab tidak hanya
ditemukan pada suku Cherokee
(Shar-kee), tapi juga Anasazi,
Apache, Arawak, Arikana, Chavin
Cree, Makkah, Hohokam, Hupa,
Hopi, Mahigan, Mohawk, Nazca,
Zulu, dan Zuni. Bahkan,
beberapa kepala suku Indian
juga mengenakan tutp kepala
khas orang Islam. Mereka adalah
Kepala Suku Chippewa, Creek,
Iowa, Kansas, Miami,
Potawatomi, Sauk, Fox,
Seminole, Shawnee, Sioux,
Winnebago, dan Yuchi. Hal ini
ditunjukkan pada foto-foto
tahun 1835 dan 1870.
Secara umum, suku-suku Indian
di Amerika juga percaya adanya
Tuhan yang menguasai alam
semesta. Tuhan itu tidak teraba
oleh panca indera. Mereka juga
meyakini, tugas utama manusia
yang diciptakan Tuhan adalah
untuk memuja dan menyembah-
Nya. Seperti penuturan seorang
Kepala Suku Ohiyesa : ”In the
life of the Indian, there was only
inevitable duty-the duty of
prayer-the daily recognition of
the Unseen and the Eternal”.
Bukankah Al-Qur’an juga
memberitakan bahwa tujuan
penciptaan manusia dan jin
semata-mata untuk beribadah
pada Allah (*)
Subhanallah….
Bagaimana bisa Kepala suku
Indian Cheeroke itu muslim?
Sejarahnya panjang,
Semangat orang-orang Islam
dan Cina saat itu untuk
mengenal lebih jauh planet
(tentunya saat itu nama planet
belum terdengar) tempat
tinggalnya selain untuk
melebarkan pengaruh, mencari
jalur perdagangan baru dan
tentu saja memperluas dakwah
Islam mendorong beberapa
pemberani di antara mereka
untuk melintasi area yang masih
dianggap gelap dalam peta-peta
mereka saat itu.
Beberapa nama tetap begitu
kesohor sampai saat ini bahkan
hampir semua orang pernah
mendengarnya sebut saja Tjeng
Ho dan Ibnu Batutta, namun
beberapa lagi hampir-hampir
tidak terdengar dan hanya
tercatat pada buku-buku
akademis.
Para ahli geografi dan intelektual
dari kalangan muslim yang
mencatat perjalanan ke benua
Amerika itu adalah Abul-Hassan
Ali Ibn Al Hussain Al Masudi
(meninggal tahun 957), Al Idrisi
(meninggal tahun 1166), Chihab
Addin Abul Abbas Ahmad bin
Fadhl Al Umari (1300 – 1384)
dan Ibn Battuta (meninggal
tahun 1369).
Menurut catatan ahli sejarah dan
ahli geografi muslim Al Masudi
(871 – 957), Khashkhash Ibn
Saeed Ibn Aswad seorang
navigator muslim dari Cordoba
di Andalusia, telah sampai ke
benua Amerika pada tahun 889
Masehi. Dalam bukunya, ‘Muruj
Adh-dhahab wa Maadin al-
Jawhar’ (The Meadows of Gold
and Quarries of Jewels), Al
Masudi melaporkan bahwa
semasa pemerintahan Khalifah
Spanyol Abdullah Ibn
Muhammad (888 – 912),
Khashkhash Ibn Saeed Ibn
Aswad berlayar dari Delba
(Palos) pada tahun 889,
menyeberangi Lautan Atlantik,
hingga mencapai wilayah yang
belum dikenal yang disebutnya
Ard Majhoola, dan kemudian
kembali dengan membawa
berbagai harta yang
menakjubkan.
Sesudah itu banyak pelayaran
yang dilakukan mengunjungi
daratan di seberang Lautan
Atlantik, yang gelap dan
berkabut itu. Al Masudi juga
menulis buku ‘Akhbar Az Zaman’
yang memuat bahan-bahan
sejarah dari pengembaraan para
pedagang ke Afrika dan Asia.
Dr. Youssef Mroueh juga menulis
bahwa selama pemerintahan
Khalifah Abdul Rahman III
(tahun 929-961) dari dinasti
Umayah, tercatat adanya orang-
orang Islam dari Afrika yang
berlayar juga dari pelabuhan
Delba (Palos) di Spanyol ke barat
menuju ke lautan lepas yang
gelap dan berkabut, Lautan
Atlantik. Mereka berhasil
kembali dengan membawa
barang-barang bernilai yang
diperolehnya dari tanah yang
asing.
Beliau juga menuliskan menurut
catatan ahli sejarah Abu Bakr Ibn
Umar Al-Gutiyya bahwa pada
masa pemerintahan Khalifah
Spanyol, Hisham II (976-1009)
seorang navigator dari Granada
bernama Ibn Farrukh tercatat
meninggalkan pelabuhan Kadesh
pada bulan Februari tahun 999
melintasi Lautan Atlantik dan
mendarat di Gando (Kepulaun
Canary).
Ibn Farrukh berkunjung kepada
Raja Guanariga dan kemudian
melanjutkan ke barat hingga
melihat dua pulau dan
menamakannya Capraria dan
Pluitana. Ibn Farrukh kembali ke
Spanyol pada bulan Mei 999.
Perlayaran melintasi Lautan
Atlantik dari Maroko dicatat juga
oleh penjelajah laut Shaikh Zayn-
eddin Ali bin Fadhel Al-
Mazandarani. Kapalnya berlepas
dari Tarfay di Maroko pada
zaman Sultan Abu-Yacoub Sidi
Youssef (1286 – 1307) raja
keenam dalam dinasti Marinid.
Kapalnya mendarat di pulau
Green di Laut Karibia pada tahun
1291. Menurut Dr. Morueh,
catatan perjalanan ini banyak
dijadikan referensi oleh ilmuwan
Islam.
Sultan-sultan dari kerajaan Mali
di Afrika barat yang beribukota
di Timbuktu, ternyata juga
melakukan perjalanan sendiri
hingga ke benua Amerika.
Sejarawan Chihab Addin Abul-
Abbas Ahmad bin Fadhl Al
Umari (1300 – 1384) memerinci
eksplorasi geografi ini dengan
seksama. Timbuktu yang kini
dilupakan orang, dahulunya
merupakan pusat peradaban,
perpustakaan dan keilmuan yang
maju di Afrika. Ekpedisi
perjalanan darat dan laut
banyak dilakukan orang menuju
Timbuktu atau berawal dari
Timbuktu.
Sultan yang tercatat melanglang
buana hingga ke benua baru
saat itu adalah Sultan Abu Bakari
I (1285 – 1312), saudara dari
Sultan Mansa Kankan Musa
(1312 – 1337), yang telah
melakukan dua kali ekspedisi
melintas Lautan Atlantik hingga
ke Amerika dan bahkan
menyusuri sungai Mississippi.
Sultan Abu Bakari I melakukan
eksplorasi di Amerika tengah dan
utara dengan menyusuri sungai
Mississippi antara tahun
1309-1312. Para eksplorer ini
berbahasa Arab. Dua abad
kemudian, penemuan benua
Amerika diabadikan dalam peta
berwarna Piri Re’isi yang dibuat
tahun 1513, dan
dipersembahkan kepada raja
Ottoman Sultan Selim I tahun
1517. Peta ini menunjukkan
belahan bumi bagian barat,
Amerika selatan dan bahkan
benua Antartika, dengan
penggambaran pesisiran Brasil
secara cukup akurat.
Sequoyah, also known as George
Gist Bukti lainnya adalah,
Columbus sendiri mengetahui
bahwa orang-orang Carib
(Karibia) adalah pengikut Nabi
Muhammad. Dia faham bahwa
orang-orang Islam telah berada
di sana terutama orang-orang
dari Pantai Barat Afrika. Mereka
mendiami Karibia, Amerika Utara
dan Selatan. Namun tidak seperti
Columbus yang ingin menguasai
dan memperbudak rakyat
Amerika. Orang-Orang Islam
datang untuk berdagang dan
bahkan beberapa menikahi
orang-orang pribumi.
Lebih lanjut Columbus mengakui
pada 21 Oktober 1492 dalam
pelayarannya antara Gibara dan
Pantai Kuba melihat sebuah
masjid (berdiri di atas bukit
dengan indahnya menurut
sumber tulisan lain). Sampai saat
ini sisa-sisa reruntuhan masjid
telah ditemukan di Kuba,
Mexico, Texas dan Nevada.
Dan tahukah anda? 2 orang
nahkoda kapal yang dipimpin
oleh Columbus kapten kapal
Pinta dan Nina adalah orang-
orang muslim yaitu dua
bersaudara Martin Alonso
Pinzon dan Vicente Yanex Pinzon
yang masih keluarga dari Sultan
Maroko Abuzayan Muhammad
III (1362). [THACHER,JOHN
BOYD: Christopher Columbus,
New York 1950]
Dan mengapa hanya Columbus
saja yang sampai saat ini dikenal
sebagai penemu benua amerika?
Karena saat terjadi pengusiran
kaum yahudi dari spanyol
sebanyak 300.000 orang yahudi
oleh raja Ferdinand yang Kristen,
kemudian orang-orang yahudi
menggalang dana untuk
pelayaran Columbus dan berita
‘penemuan benua Amerika’
dikirim pertama kali oleh
Christopher Columbus kepada
kawan-kawannya orang Yahudi
di Spanyol.
Pelayaran Columbus ini
nampaknya haus publikasi dan
diperlukan untuk menciptakan
legenda sesuai dengan ‘pesan
sponsor’ Yahudi sang
penyandang dana. Kisah
selanjutnya kita tahu bahwa
media massa dan publikasi
dikuasai oleh orang-orang
Yahudi yang bahkan dibenci oleh
orang-orang seperti Henry Ford
si raja mobil Amerika itu.
Maka tampak ada ketidak-
jujuran dalam menuliskan fakta
sejarah tentang penemuan
benua Amerika. Penyelewengan
sejarah oleh orang-orang Yahudi
yang terjadi sejak pertama kali
mereka bersama-sama orang
Eropa menjejakkan kaki ke
benua Amerika.
Dan tahukah anda? sebenarnya
laksam ana Zheng He atau yang
di Indonesia lebih dikenal
dengan nama laksamana Cheng
Ho adalah penemu benua
amerika pertama, sekitar 70
tahun sebelum Columbus.
Sekitar 70 tahun sebelum
Columbus menancapkan
benderanya di daratan Amerika,
Laksamana Zheng He sudah
lebih dulu datang ke sana. Para
peserta seminar yang
diselenggarakan oleh Royal
Geographical Society di London
beberapa waktu lalu dibuat
terperangah. Adalah seorang
ahli kapal selam dan sejarawan
bernama Gavin Menzies dengan
paparannya dan lantas
mendapat perhatian besar.
Tampil penuh percaya diri,
Menzies menjelaskan teorinya
tentang pelayaran terkenal dari
pelaut mahsyur asal Cina,
Laksamana Zheng He (kita
mengenalnya dengan Ceng Ho-
red). Bersama bukti-bukti yang
ditemukan dari catatan sejarah,
dia lantas berkesimpulan bahwa
pelaut serta navigator ulung dari
masa dinasti Ming itu adalah
penemu awal benua Amerika,
dan bukannya Columbus.
Bahkan menurutnya, Zheng He
‘mengalahkan’ Columbus
dengan rentang waktu sekitar 70
tahun. Apa yang dikemukakan
Menzies tentu membuat
kehebohan lantaran masyarakat
dunia selama ini mengetahui
bahwa Columbus-lah si penemu
benua Amerika pada sekitar
abad ke-15. Pernyataan Menzies
ini dikuatkan dengan sejumlah
bukti sejarah.
Adalah sebuah peta buatan
masa sebelum Columbus
memulai ekspedisinya lengkap
dengan gambar benua Amerika
serta sebuah peta astronomi
milik Zheng He yang
dosodorkannya sebagai barang
bukti itu. Menzies menjadi sangat
yakin setelah meneliti akurasi
benda-benda bersejarah itu.
Cherokee syllabary”Laksana
inilah yang semestinya
dianugerahi gelar sebagai
penemu pertama benua
Amerika,” ujarnya. Menzies
melakukan kajian selama lebih
dari 14 tahun. Ini termasuk
penelitian peta-peta kuno, bukti
artefak dan juga pengembangan
dari teknologi astronomi modern
seperti melalui program software
Starry Night.
Dari bukti-bukti kunci yang bisa
mengubah alur sejarah ini,
Menzies mengatakan bahwa
sebagian besar peta maupun
tulisan navigasi Cina kuno
bersumber pada masa pelayaran
Laksamana Zheng He.
Penjelajahannya hingga
mencapai benua Amerika
mengambil waktu antara tahun
1421 dan 1423. Sebelumnya
armada kapal Zheng He berlayar
menyusuri jalur selatan melewati
Afrika dan sampai ke Amerika
Selatan.
Uraian astronomi pelayaran
Zheng He kira-kira menyebut,
pada larut malam saat terlihat
bintang selatan sekitar tanggal
18 Maret 1421, lokasi berada di
ujung selatan Amerika Selatan.
Hal tersebut kemudian
direkonstruksi ulang
menggunakan software Starry
Night dengan membandingkan
peta pelayaran Zheng He.
“Saya memprogram Starry Night
hingga masa di tahun 1421 serta
bagian dunia yang diperkirakan
pernah dilayari ekspedisi
tersebut,” ungkap Menzies yang
juga ahli navigasi dan mantan
komandan kapal selam angkatan
laut Inggris ini. Dari sini, dia
akhirnya menemukan dua lokasi
berbeda dari pelayaran ini
berkat catatan astronomi
(bintang) ekspedisi Zheng He.
Lantas terjadi pergerakan pada
bintang-bintang ini, sesuai
perputaran serta orientasi bumi
di angkasa. Akibat perputaran
bumi yang kurang sempurna
membuat sumbu bumi seolah
mengukir lingkaran di angkasa
setiap 26 ribu tahun. Fenomena
ini, yang disebut presisi, berarti
tiap titik kutub membidik bintang
berbeda selama waktu berjalan.
Menzies menggunakan software
untuk merekonstruksi posisi
bintang-bintang seperti pada
masa tahun 1421.
“Kita sudah memiliki peta
bintang Cina kuno namun masih
membutuhkan penanggalan
petanya,” kata Menzies. Saat
sedang bingung memikirkan
masalah ini, tiba-tiba
ditemukanlah pemecahannya.
“Dengan kemujuran luar biasa,
salah satu dari tujuan yang
mereka lalui, yakni antara
Sumatra dan Dondra Head,
Srilanka, mengarah ke barat.”
Bagian dari pelayaran tersebut
rupanya sangat dekat dengan
garis katulistiwa di Samudera
Hindia. Adapun Polaris, sang
bintang utara, dan bintang
selatan Canopus, yang dekat
dengan lintang kutub selatan,
tercantum dalam peta. “Dari situ,
kita berhasil menentukan arah
dan letak Polaris. Sehingga
selanjutnya kita bisa memastikan
masa dari peta itu yakni tahun
1421, plus dan minus 30 tahun.”
Sequoyah Atas temuan tersebut,
Phillip Sadler, pakar navigasi dari
Harvard-Smithsonian Center for
Astrophysics, mengatakan
perkiraan dengan menggunakan
peta kuno berdasarkan posisi
bintang amatlah dimungkinkan.
Dia juga sepakat bahwa estimasi
waktu 30 tahun, seperti dalam
pandangan Menzies, juga masuk
akal.
Selama ini, masyarakat dunia
mengetahui kiprah Zheng He
sebagai penjelajah ulung. Dia
terlahir di Kunyang, kota yang
berada di sebelah barat daya
Propinsi Yunan, pada tahun
1371. Keluarganya yang
bernama Ma, adalah bagian dari
warga minoritas Semur. Mereka
berasal dari kawasan Asia
Tengah serta menganut agama
Islam.
Ayah dan kakek Zheng He
diketahui pernah mengadakan
perjalanan haji ke Tanah Suci
Makkah. Sementara Zheng He
sendiri tumbuh besar dengan
banyak mengadakan perjalanan
ke sejumlah wilayah. Ia adalah
Muslim yang taat.
Yunan adalah salah satu wilayah
terakhir pertahanan bangsa
Mongol, yang sudah ada jauh
sebelum masa dinasti Ming. Pada
saat pasukan Ming menguasai
Yunan tahun 1382, Zheng He
turut ditawan dan dibawa ke
Nanjing. Ketika itu dia masih
berusia 11 tahun.
Zheng He pun dijadikan sebagai
pelayan putra mahkota yang
nantinya menjadi kaisar bernama
Yong Le. Nah kaisar inilah yang
memberi nama Zheng He hingga
akhirnya dia menjadi salah satu
panglima laut paling termashyur
di dunia.
Comments
Post a Comment
silahkan berkomentar kawan !