bank plecit 'mengantar' gelar doktor

YOGYA (KRjogja.com) -
Keberadaan bank plecit atau
sering disebut juga bank thithil,
sudah sangat menjamur di
pasar-pasar tradisional di Jawa.
Meski Bank Plecit bersifat
informal, namun keberadaannya
sudah menjadi fenomena
ekonomi-sosial bagi masyarakat
kecil.
Karena sebagian besar nasabah
dari bank plecit tersebut
beragama Islam, maka perlu
aturan hukum Islam untuk
memayunginya. Demikian
disampaikan Drs M Zulfa, M.Ag
Dosen STAIN Salatiga dalam
penelitiannya untuk memperoleh
gelar Doktor Bidang Ilmu Agama
Program Pasca Sarjana UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta,
sebagaimana disampaikan Kabid
Humas UIN Sunan Kalijaga Dra
RTM Maharani kepada
KRjogja.com, Sabtu (12/6).
"Bank plecit ini sudah menjadi
fenomena bagi masyarakat kecil,
khususnya di pasar-pasar
traditional. Para pelaku bank
plecit ini melepaskan modalnya
kepada nasabah tanpa syarat.
Cicilannya dibayar ringan setiap
hari, namun jika di total, ternyata
bunganya melebihi dari bunga
Bank Konvensional," kata M.
Zulfa.
Ia menambahkan, meski jumlah
bunga tergolong tinggi, namun
bank plecit seakan sudah
menjadi kebutuhan bagi
nasabah. Pasalnya prosedurnya
mudah, tanpa agunan, realisasi
pinjaman cepat serta tidak ada
sanksi jika telat membayar atau
menunggak.
"Nasabahnya ialah para
pedagang di pasar serta
pedagang kaki lima. Mereka
sangat membutuhkan bank
plecit demi kelangsungan
usahanya. Sehingga, bunga tinggi
tersebut dihiraukannya karena
segala kemudahan yang mereka
dapatkan," terang Zulva.
Meskipun dalam hukum Islam,
bunga tersebut masuk dalam
kategori riba, namun para
nasabah merasionalisasikan
hukum riba tersebut dengan
kehidupan sosial-ekonomi yang
mereka jalani. "Para nasabah
mengaku, usahanya tidak akan
berjalan tanpa ada pinjaman dari
bank plecit. Sementara pelaku
usaha ini juga sengaja memberi
bunga lebih tinggi karena risiko
yang mereka hadapi juga lebih
tinggi dari bank konvensional,"
ungkap Zulfa.
Melihat fenomena tersebut, kata
dia, keberadaan bank plecit juga
tidak bisa disamakan dengan
rentenir, karena terjadi
hubungan yang sangat akrab
antara nasabah dengan pelaku
bank plecit. Pelaku usaha pun
sangat toleran terhadap
tunggakan cicilan. Sehingga,
solusi yang ditawarkan oleh Zulfa
dalam penelitiannya tersebut
ialah dengan Ijtihad Sosial bagi
Fikih Islam.
Yakni dengan membentuk
lembaga yang memberikan
payung hukum, melegitimasi
aturan-aturan yang jelas dan
terlembaga. "Sehingga, para
pelaku bank plecit ini akan eksis
secara syariah dalam membantu
para pedagang kecil. Tidak ada
yang mengeksploitasi dan
dieksploitasi. Melainkan
hubungan kerjasama ekonomi
yang saling membantu dan
menguntungkan," pungkasnya.
Atas penelitian mengenai
fenomena bank plecit tersebut,
Drs M Zulfa M,Ag dinyatakan
lulus dengan predikat sangat
memuaskan dan merupakan
Doktor ke-253 Program
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. (Dhi)

Comments

Popular posts from this blog

bank plecit

primkopabri