Bagaimana Menciptakan Sugesti

Sebuah Tanya yang Kerap
Muncul bagi Seorang Pencipta
Puisi
Sugesti jika dirunut
pengertiannya berdasarkan
Kamus Umum Bahasa Indonesia
susunan Poerwadarminta
(1999:970) diartikan sebagai:
anjuran; saran dan disebut juga
pengaruh dan sebagainya yang
dapat menggerakkan hati orang
lain. Pengaruh ini dibahas dalam
hal menciptakan karya sastra
puisi. Sugesti yang baik dan
memadai akan mampu meng­
gerakkan hati pembaca puisi
yang ditulis seseorang, juga
dapat merubah bahkan
bermanfaat untuk menciptakan
pemahaman yang sama,
perasaan yang sama. Lalu sugesti
yang berhasil tersebut mendasari
munculnya penghargaan tinggi
terhadap penulis puisi dalam
mengkomunikasikan seni puisi
sehingga berakibat terjadinya
proses penyadaran tertentu dari
hasil membaca puisi.
Menulis puisi bagi siapa pun,
pada awalnya bertujuan untuk
melepaskan penat pikiran.
Kekuatan berpikir seseorang
bergantung dan sejalan
beriringan dengan jauhnya
perjalanan hidup yang
dialaminya sendiri. Keluasan
pikiran ikut membangun
kedewasaan dan penghargaan
terhadap nilai-nilai kehidupan
yang dicermati seseorang.
Namun untuk memperoleh
hikmah dari adanya pemikiran
bagi kemaslahatan umat
manusia, seorang penulis sastra
puisi tidak boleh berhenti dalam
berkarya. Kreativitas harus tetap
mampu dimunculkan tanpa
dibatasi keadaan lingkungan,
suasana apalagi kurs mata uang.
Kecamuk ide-ide hasil buah pikir
seseorang penulis puisi selan­
jutnya diramu menjadi sebentuk
laporan (puisi). Bentuk puisi tidak
boleh hanya bersifat
individualistis belaka namun
ranah humanitas yang lebih luas
dan universal amat penting
menjadi pertimbangan dalam
setiap kesempatan berkarya
seorang penulis puisi. Pembaca
perlu diantar untuk terus dapat
melihat dua rangkum dunia
sekaligus yakni dunia konkret
(realitas) dan dunia abstrak
(rekaan).
Kedua jenis dunia tersebut
acapkali hadir secara bersamaan.
Bagi penulis puisi itu sendiri
kedua dunia ini dapat
diistilahkan dengan ‘bertukar
tangkap dengan lepas’.
Maksudnya apa yang diperoleh
dan ditangkap penulis terhadap
sesuatu yang mendasari hadirnya
imajinatif (Usnaya) yang akan
hanya ada dalam dunia miliknya
pribadi itu selanjutnya ‘sesuatu’
tersebut ia jaring/saring menjadi
karya puisi. Setelah berhasil
terciptanya sebuah puisi
selanjutnya dengan cara yang
amat terbuka juga ‘lepas’, para
pembaca puisinya dapat secara
bebas untuk menikmati sekaligus
memaknai apa yang telah
dihasilkan dari teks sastra
tersebut.
Sugesti sering muncul secara
perdana dalam pikiran penulis
puisi. Apa yang ia cermati secara
beragam imaji (misalnya: imaji
visual, imaji auditif dll. ) dari
suatu perlambangan tertentu
yang diperolehnya baik dari
suatu peristiwa atau kejadian
yang dapat difaktualkan maupun
berdasarkan simbol-simbol dunia
mimpi sekalipun yang telah
dialami oleh penulis puisi
tersebut.
Dalam sebuah puisi, kita tidak
hanya merasakan keindahan
kata dan larik-lariknya, tetapi
kita juga turut merasakan sugesti
terhadap sesuatu hal yang ingin
disampaikan oleh penulis puisi
itu. Dengan kata lain, ada
sesuatu yang membuat
pembacanya ikut ambil bagian
dalam merasakan sesuatu yang
digambarkan penulis puisi.
Sugesti erat pula kaitannya
dengan tema sebuah puisi, sebab
tema puisi itu sendiri adalah
suatu gagasan yang hendak
dikemukakan penulis harus
mampu menyatukan semua
komponen yang melingkari
sebuah tema tertentu
sebagaimana yang dikehendaki
penulis puisi.
Membaca puisi diartikan pula
oleh Teeuw dalam kata
pengantar bukunya Tergantung
pada Kata (1983:5) bahwa
membaca puisi berarti bergulat
terus menerus untuk merebut
makna sajak yang disajikan oleh
sang penyair. Sajak yang baik
merupakan bangunan bahasa
yang menyeluruh dan otonom,
hasil ciptaan seorang manusia
dengan segala pengalaman dan
suka-dukanya, oleh karena itu
sajak memerlukan dan berhak
untuk dicurahi daya upaya yang
total pula dari pihak pembaca
yang bertanggung jawab sebagai
pemberi makna sajak itu.
Amat mustahil suatu karya puisi
mampu mensugesti sehingga
dapat memberi pengaruh besar
dalam memacu pemaknaan dari
dalam diri pembacanya jika tidak
ada upaya yang luar biasa pula
dari si penulis puisi itu sendiri.
Sebagaimana yang dikupas
Teeuw terhadap sepuluhan sajak
Indonesia dalam buku tersebut
di atas, kita perlu menyadari
apa-apa yang diberikan oleh
penulis puisi kepada
pembacanya, hal itu pulalah
yang akan diperoleh saat puisi
itu dibacakan.
Sugesti secara gamblang dapat
dicermati pada jenis puisi
auditorium atau sering dikenal
dengan jenis puisi lugas. Akibat
kelugasan inilah, puisi-puisi jenis
ini sering dipilih untuk dibacakan
dalam perlombaan baca puisi.
Kelugasan yang dikandung dari
makna puisi tersebut
memudahkan penyaluran daya
sugesti kepada para pendengar
yang sering dihadirkan dalam
ruang-ruang publik. Sugesti
menjadi penting dalam puisi
lugas terutama untuk
mempersingkat waktu dalam
upaya mengkomunikasikan ide-
ide dari bait-bait puisi yang
dibacakan sehingga pendengar
dapat memahami makna yang
disugestikan penulis puisi secara
langsung. Namun dalam dunia
puisi yang lebih luas, penciptaan
sugesti adalah upaya pokok yang
mampu menghasilkan kekalnya
makna puisi di ingatan pembaca
karya puisi tersebut.
Pada jenis puisi liris (nonlugas)
atau jenis puisi kias, konsep
sugesti dalam penulisan puisi ini
jauh berbeda dibanding jenis
puisi lugas (auditorium). Untuk
memperoleh daya ungkap yang
mensugesti tersebut, seorang
pembaca perlu melakukan
repetisi (pengulangan) baca terus
menerus terhadap puisi yang ia
cermati. Hal ini bahkan tidak
boleh memunculkan kejenuhan
sama sekali pada diri pembaca
puisi dan menjadi tugas tersendiri
bagi penulis puisi jenis ini dalam
mengupayakan kualitas sugestif
tersebut. Bahkan semakin sering
puisi tersebut dibaca berulang,
lagi dan lagi justru menambah
tingkat keindahan karya puisi
tersebut, bukan sebaliknya.
Sugesti yang demikian inilah yang
mampu menghantarkan seorang
penulis puisi menjadi penyair
sastra puisi, akibat kekuatan
diksi, larik maupun bait puisi
yang berhasil diciptakannya
sehingga kepuasan pembaca
puisi miliknya bisa saja sampai-
sampai menghafal puisi yang
diciptakannya ini. Sungguh meru­
pakan idaman dari segala penulis
puisi.
Sebelum menuju kiat-kiat apa
saja yang dapat dijadikan cara
seorang pencipta puisi dalam
melamar sugesti baik dari dalam
dirinya sendiri maupun
pembacanya, ada baiknya
mencermati apa itu yang
dimaksud dengan interpretasi?
Interpretasi dalam buku
Pengantar Ilmu Sastra yang
ditulis oleh Jan van Luxemburg,
Mieke Bal, dan Willen G.
Weststeijn diIndonesiakan oleh
Hartoko (1992:62) diartikan
sebagai penafsiran yaitu bentuk
khusus mengenai laporan
penerimaan. Sama seperti dalam
proses penerimaan biasa, maka
pembaca yang menafsirkan
mengartikan sebuah teks, tetapi
tafsiran-tafsiran selalu disusun
secara sistematik. Selain itu
penafsir pada pokoknya
berusaha untuk mengartikan
teks itu secara tepat atau
adekuat (memadai).
Interpretasi terhadap suatu karya
puisi termasuk dipelajari dalam
bidang kritik sastra.
Keberagaman penafsiran yang
dihasilkan pada suatu teks puisi
berkaitan dengan latar belakang
yang beragam pula dari muasal
si pembaca puisi tersebut.
Untuk memperoleh interpretasi
yang memadai seperti yang
dikehendaki uraian buku
Pengantar Ilmu Sastra tersebut di
atas, maka penguasaan unsur
intrinsik karya sastra puisi
maupun unsur ekstrinsik karya
sastra puisi sudah menjadi modal
utama yang mendasari penik­
matan maksimal terhadap karya
puisi. Penguasaan kedua unsur
itu pula yang menjadi dasar
penguasaan ilmu sastra
Indonesia dalam mata pelajaran
bahasa dan sastra Indonesia
pada tingkat SMA baik di lem­
baga pendidikan negeri maupun
swasta.
Sugesti dan interpretasi amat
erat kaitan keduanya, jika sugesti
yang dikehendaki penulis puisi
berupa munculnya rasa cemas,
maka harus pula rasa cemas
tersebut berhasil terinterpretasi
dalam jiwa pembaca puisinya.
Begitu pula sebaliknya,
interpretasi menjadi dasar yang
penting dalam proses awal
penciptaan suatu puisi oleh
penulisnya. Meskipun sugesti
tentu menjadi awal dari segala
proses interpretasi karya sastra
untuk selanjutnya menghadirkan
penikmatan dan apresiasi yang
lebih luas terhadap karya puisi.
Sebuah contoh dapat dicermati
dari adanya kaitan erat antara
sugesti dengan interpretasi
seperti yang pernah penulis
konsep dan praktekkan pada
suatu kesempatan pelatihan
drama teater yang berkaitan
dengan materi penjiwaan dan
karakter pada sekumpulan siswa
tingkat SMA guna memperoleh
kemampuan basik teater. Pada
kenyataannya dunia sastra puisi
dan dunia sastra drama tetap
memiliki kaitan erat dalam soal-
soal sugesti dan interpretasi.
Saat keadaan konsentrasi penuh
dan pengosongan pikiran, para
siswa sekitar belasan tersebut
diajak untuk terlebih dahulu
mengatur pernafasan lalu
menutup mata mereka sendiri
secara tulus tanpa tekanan
berlebihan dalam keadaan
duduk bersila, lalu setelah
dianggap mereka telah benar-
benar siap untuk memasuki
dunia sugesti agar berhasil
memperoleh penjiwaan suatu
peran selanjutnya barulah
penulis yang saat itu menjadi
pelatih mengucapkan kata-kata
tertentu yang berupaya
mempengaruhi berupa simbol-
simbol tertentu yang menjadi
kata kunci penjiwaan yang
dikehendaki dapat muncul dari
para calon pemain teater tingkat
sekolah tersebut.
Dengan memunculkan kata-kata
sugestif mereka perlahan diajak
memasuki dunia imajinatif yang
berupa sebuah gua yang gelap
penuh dengan sarang laba-laba
dan tampak menyeramkan tanpa
ada cahaya sedikitpun. Sambil
terus berkonsentrasi dan
melepaskan dunia konkret
mereka, para siswa mulai tampak
menunjukkan reaksi yang sesuai
seperti bergidik, merinding,
menggerak-gerakkan tangan
hendak menggapai benda-benda
tertentu yang memang tak
terlihat dalam bayangan
pekatnya suasana gua imaji
mereka sendiri. Lalu upaya
pembangkitan sugestif dan
interpretasi ini berlanjut
mencapai bagian akhir pada
penghayatan selanjutnya.
Mereka, lewat kata-kata sugesti
pelatih perlahan diajak seolah
telah menemukan setitik cahaya
yang selanjutnya berangsur-
angsur menjadi makin jelas
berwujud seperti jalan keluar
dari gua yang gelap gulita
tersebut.
Kegiatan akhir yang dirasakan
para siswa sampai pada
perangkuman sugestif ke alam
konkret (realita). Mereka
perlahan dianjurkan membuka
mata mereka tanpa paksaan dan
selanjutnya pelatih mensugesti
mereka untuk melihat salah satu
jari tangan kiri mereka ada yang
tanggal, hilang atau putus akibat
masuk ke gua tadi. Apa yang
terjadi selanjutnya... dapat kita
bayangkan bagaimana dunia
imajinatif yang pada awalnya
dianggap tak berkekuatan
namun jika dikemas secara teknis
dan mempertimbangkan diksi
berupa simbol-simbol utama dari
segala sesuatu yang diharapkan
dapat muncul. Akhirnya para
siswa menjerit histeris dengan
berbagai karakter di luar
kebiasaan, ada yang memegang
dengan kuat tangan kirinya, ada
yang menangis tersedu dan ada
pula hanya dapat terdiam
terpana tak dapat berujar satu
kata pun namun hanya air mata
yang terus mengalir.
Hasil akhir sugesti dalam
pelatihan basik teater tersebut di
atas menghasilkan banyaknya
pencampuran perasaan dari
siswa yang melatih dirinya untuk
dapat peka terhadap keadaan
berkesenian drama. Ada
perasaan takut, sedih, histeris
dan akhirnya menghasilkan
jeritan tanda seolah-olah
peristiwa yang awalnya hanya
upaya sugestif yang dilakukan
pelatih tersebut menjadi nyata/
benar adanya. Dengan model
konsep dan praktek sugestif dan
interpretasi tersebut barangkali
dapat memperjelas bagaimana
hubungan keduanya.
Interpretasi dan sugestif dapat
disimpulkan sebagai dua hal
yang saling berkaitan, berjalan
seiring untuk menuju
keberhasilan apresiasi yang
bermuatan utama menjadi ranah
yang paling diharapkan dari
adanya penciptaan karya sastra
dan proses
pengkomunikasiannya kepada
pihak pembaca atau penikmat
puisi. Keberhasilan dalam
meramu kedua hal tersebut
menjadi modal awal keberhasilan
penulis puisi dalam menciptakan
karyanya yang dapat terus digali
dan dikaji agar menghasilkan
karya unggul atau disebut karya
mutakhir yang sering pula
menjadi masterpiece kepenyairan
seseorang dalam sastra puisi
Indonesia.
Beberapa kiat melamar sugesti
dalam melakukan serangkaian
proses penciptaan puisi berikut
ini ada baiknya dicermati sebagai
hal-hal lumrah dan dapat saja
dialami oleh siapa saja yang
berkenan untuk terus menggali
potensi kreativitasnya dalam
berkesenian sastra puisi. Penulis
selama ini turut pula mengalami
pasang surut dari kondisi dalam
rangka penciptaan puisi menuju
tingkat sugesti yang lebih
berkualitas di masa-masa yang
akan datang.
Berikut ini kiat-kiat guna
meningkatkan daya sugesti karya
puisi:
a. Tulislah sesuatu hal yang
benar-benar dialami
Berkenaan dengan dasar
kepenulisan sebuah puisi, para
penulis puisi akan lebih maksimal
kerjanya dalam merangkai kata-
kata, imajinasi, perlambangan,
metafora maupun personifikasi
lewat puisinya dengan menulis
sesuatu yang benar-benar
dialami olehnya, meskipun tetap
tersisip pula di dalam karyanya
hal-hal lain di luar kenyataan
yang dialaminya tersebut.
Menulis puisi akan lebih bernilai
jika bukan sekedar hasil
khayalan belaka, namun suatu
pengalaman yang memberi
kesan yang sarat akan nilai-nilai
kehidupan tentu menjadi lebih
utama dan dapat lebih
dipertanggungjawabkan pula.
b. Segera menulis puisi saat
ilham tulisan itu datang dan
tidak menunda terlalu lama
Suasana saat teks puisi ditulis
sangat berpengaruh dengan
hasil yang akan dicapai seorang
penulis puisi. Bagaimanapun
sulitnya berkonsentrasi dalam
upaya menciptakan karya puisi
seperti suasana duka-lara
misalnya, maka akan lebih
mudah jika tulisan tersebut
langsung ditulis saat sedang
mengalami suasana yang sesuai
pula sebagaimana yang
dikehendaki agar dapat turut
hadir dalam suasana hati calon
pembaca puisinya. Menulis
dalam atmosfir tertentu turut
didukung oleh suasana tempat,
keadaan, suara, pergerakan
tubuh dan faktor suasana
lainnya yang akan dengan
mudah dapat mengalir
berkesesuaian dalam bait-bait
puisi yang diciptakan. Maka tidak
heran jika seseorang memilih
tempat yang sunyi untuk sekedar
mengkhidmati kesunyian dan
selanjutnya puisi yang dihasilkan
sering pula lebih teresapi jika
dibacakan di tempat teduh dan
sunyi pula.
c. Tidak Membuat-buat,
Berlebihan dalam Menggunakan
Kata Konkret dalam Puisi yang
Hendak Diciptakan
Pernah sekali waktu kita
mendapati suatu karya puisi
ditulis secara amat berlebihan
bahkan cenderung mengada-
ngada sehingga malah
membesar-besarkan sesuatu
yang sejatinya biasa saja juga
sebaliknya mengecil-ngecilkan
sesuatu padahal realitanya tidak
demikian. Kesalahan seperti ini
dapat memunculkan rasa bosan
pada diri pembaca sehingga
membuat pembaca kecewa
karena telah melakukan sesuatu
kegiatan yang kurang
bermanfaat yakni hanya
membuang waktu untuk
membaca puisi murahan. Jika
pun puisi semacam ini pernah
memunculkan pembicaraan
sana-sini dan membuat heboh,
namun kadar usia perhatian
dunia sastra kepada jenis puisi
semacam ini tidaklah bertahan
lama sebab seiring waktu akan
hilang dari peredaran akibat
proporsi penciptaan yang tidak
wajar dan tidak tepat.
d. Tulislah Hal Tertentu yang
Turut Dirasakan (Dialami) oleh
Segala Usia, Jenis Kelamin,
Jenjang Profesi Maupun Tingkat
Pengetahuan Calon Pembaca
Dunia sastra puisi teramat sering
mengacuhkan pihak-pihak atau
tingkatan kalangan tertentu dari
latar belakan pembaca sastra
puisi di Indonesia, hal inilah yang
mungkin selalu menjadi faktor
rendahnya minat masyarakat kita
dalam menggeluti dunia sastra
puisi sehingga perkembangan
dan kemajuan sastra puisi di
Indonesia masih jauh panggang
dengan api. Ketidakberhasilan
para penulis puisi dalam
menyuguhkan bacaan puisi lintas
usia, lintas jenis kelamin, lintas
profesi dan juga lintas tingkat
pengetahuan pembaca juga
segala latar belakang lainnya
membuat dunia puisi menjadi
amat asing, banyak orang
menjadi sesat dibuatnya seolah-
olah dunia puisi dunia orang
setengah dewa yang khusus milik
punggawa kesenian sastra saja.
Hal tersebut dapat pula terjadi
dari terbatasnya nilai-nilai yang
terkandung dari jenis puisi yang
terlalu dieksklusifkan.
Akan lebih bijaksana jika hendak
menulis puisi justru tidak
membatasi ruang gerak ke mana
saja pun arah makna yang
ditawarkan karya tersebut, oleh
siapa saja yang dapat dan
mampu menikmatinya namun
tentu tanpa kehilangan sisi
interpretasi yang kaya dengan
meramu keindahan dan
kekuatan lainnya yang menjadi
standar utama penciptaan karya
puisi.
e. Tujukan Terlebih Dahulu
Tulisan Puisi Tersebut kepada Diri
Sendiri, Keluarga atau Kalangan
Paling Dekat dari Si Penulisnya
Sendiri.
Apa yang diperoleh dari aktivitas
menulis puisi harus turut
dirasakan pula terutama oleh
penulisnya sendiri, keluarganya
dan kalangan yang paling dekat
baru berlanjut terhadap
kalangan lebih jauh dari itu.
Kegagalan awal sugesti dalam
puisi, justru diciptakan tanpa
sadar oleh penulisnya sendiri.
Jika daya gerak dan daya
pengaruh yang dikehendaki tidak
membuat penulis puisi itu
berpikir lebih baik, berperilaku
lebih arif dan moralis dan
mengkomunikasikan karya
puisinya lebih inspiratif terutama
terhadap dirinya sendiri, maka
akhir yang diperoleh dari suatu
perjalanan menuju kepenyairan
seorang penulis puisi adalah
kesia-siaan belaka.
Tentu masih banyak lagi kiat
atau tips yang dapat terus
memacu aktivitas juga
meningkatkan dara kreatif
seorang penulis puisi dalam
memunculkan tingkatan sugesti
yang semakin baik. Penting pula
bagi seorang peminat karya
sastra puisi untuk tak merasa
cepat puas terhadap
pencapaian-pencapaiannya
selama ini dengan terus
membaca, mempelajari, menulis
dan turut pula
memperbincangkan kesusastraan
puisi di Indonesia sehingga
regenerasi kesusastraan puisi di
negara kita dapat terus dipupuk.
Sebagian besar tulisan ini secara
sadar penulis alami sendiri dalam
berbagai upaya kreatif yang
dialami selama menjalani kerja
berkesenian sastra Indonesia
khususnya puisi. Semogalah
tulisan ini menjadi hibah
pengetahuan yang sesungguhnya
masih amat minim dimiliki
penulis.
Berpuisi adalah suatu potensi
yang harus terus dikaji-gali guna
menuju kemaslahatan manusia
Indonesia di masa-masa yang
akan datang.
Semoga.
Salam Sastra Indonesia terhatur
pada segala pembaca.
Salam puisi tak pernah mati.
Aceh-Indonesia, 18 Juni 2010
Muhammad Rain atau Muh Rain,
berdomisili di Langsa-Aceh. Ia
merupakan salah satu staf guru

Comments

Popular posts from this blog

bank plecit

primkopabri